Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 16 Juni 2011 lalu telah menjatuhkan hukuman penjara 15 tahun kepada Abu Bakar Ba'asyir karena terbukti mendukung kelompok terorisme di Aceh.
Namun setelah menjalani hukuman 15 tahun penjara potong remisi selama 55 bulan, Abu Bakar Ba'asyir akhirnya dinyatakan bebas murni dari Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, pada Jumat (8/1) lalu.
Ba'asyir pun dijemput oleh pihak keluarganya pada Jumat pagi sekitar pukul 05.21 WIB. Rombongan keluarga pun menuju Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki Sukoharjo melalui jalur darat, tempat kediaman Ba'asyir dengan pengawalan Densus 88 Polri dan BNPT.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat Imam Suyudi mengatakan pembebasan Ba'asyir itu dipastikan telah sesuai prosedur.
"Beliau sudah menjalani pidana secara baik, dan mengikuti semua ketentuan dan prosedur, pelaksanaan pembinaan keamanan di lapas tingkat keamanan maksimum, LP Gunung Sindur, dan hari Jumat akan kami bebaskan," kata Suyudi di Bandung, Senin (4/1).
Bebasnya Ba'asyir, LP Gunung Sindur berkoordinasi dengan pihak terkait yang menangani kasus terorisme, sehingga pengawasan kepada Baasyir bakal tetap dilakukan pihak terkait lain.
"Jadi tidak ada persyaratan khusus, kalau dia dibebaskan secara murni, kalau remisi itu hak, mereka tetap mendapatkan," katanya.
Banyak pihak yang khawatir tokoh berusia 82 tahun itu disegani di kalangan kelompok Islam garis keras dan masih akan menjadi ancaman untuk kebangkitan terorisme. Tak terkecuali dari pemerintah Australia.
Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne, Selasa (5/1), berharap pemerintah Indonesia dapat memastikan Ba’asyir, bukan lagi ancaman setelah ia bebas murni dari Lembaga Permasyarakatan (LP) Gunung Sindur.
Australia berharap Ba’asyir tidak lagi akan memancing lebih banyak aksi teror saat ia bebas, kata Payne.
"Kedutaan kami di Jakarta telah menyampaikan dengan jelas kekhawatiran ini bahwa ada orang-orang semacam itu harus dicegah untuk memancing adanya aksi teror di masa depan yang mengorbankan warga sipil tidak bersalah," kata Payne melalui pernyataan tertulisnya.
Kekhawatiran Payne beralasan, sebelum ditangkap dan divonis karena terkait kamp pelatihan militan di Aceh tahun 2011, Ba'asyir dianggap sebagai pemimpin spiritual Jemaah Islamiyah (JI) yang berafiliasi dengan Al Qaeda, dan dituduh terlibat dalam pemboman di Bali pada Oktober 2002 yang menewaskan 202, sebagian besar warga Australia.
Ba'asyir pun membantah terlibat dalam serangan di dua klub malam dan kantor konsulat Amerika di Kuta itu.
Namun, anggota Jemaah Islamiyah lainnya dituding mengatur serangan di Hotel JW Mariott Jakarta pada Agustus 2003 yang menewaskan 12 orang, dan serangan lain pada September 2004 di depan kantor Kedutaan Besar Australia di Jakarta yang menewaskan 9 orang.
Baca juga: Bebas dari penjara, Ba'asyir sampaikan terima kasih
Pengaruh Baasyir
Namun pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (Isess) Khairul Fahmi mengatakan pembebasan Ba'asyir memang berpotensi memunculkan kekhawatiran dan prasangka.
Tetapi, hal itu tak perlu direspons secara berlebihan. Pemerintah cukup menyampaikan bahwa pembebasan ini bukanlah sebuah keputusan politik.
"Mengenai dampak, sedikit banyak tentu ada. Bagaimanapun nama beliau selama ini lekat dengan kasus-kasus dan jaringan terorisme. Tentu kebebasannya berpotensi memunculkan kekhawatiran dan prasangka. Namun, saya kira hal itu tak perlu direspons berlebihan," kata Fahmi, di Jakarta, Jumat (8/1).
Dirinya memandang, saat ini pengaruh Ba'asyir tidak akan sekuat dulu karena saat ini Baasyir sudah lanjut usia dan kondisi kesehatannya sudah sangat menurun. Hal itu akan sangat berpengaruh pada aktivitas kesehariannya setelah bebas.
Di sisi lain, konstelasi kelompok radikal maupun jaringan-jaringan kekerasan ekstrem sudah banyak mengalami perubahan, baik karena upaya penindakan, maupun karena munculnya tokoh-tokoh baru yang bisa saja berbeda afiliasi.
Terlebih pihak kepolisian dan BNPT beberapa waktu lalu sudah mengungkapkan indikasi aktifnya simpul-simpul Jamaah Islamiyah, bahkan tanpa kehadiran Ba'asyir.
"Namun ini bukan berarti kewaspadaan harus dikendorkan. Apalagi bebasnya Baasyir ini kebetulan masih berdekatan waktunya dengan penahanan Habib Rizieq Shihab (HRS), pembubaran FPI, dan indikasi kembali aktifnya sel-sel Jamaah Islamiyah," katanya.
Baca juga: Pengamat: Jangan berprasangka berlebihan atas pembebasan Ba'asyir
Politik kemanusiaan
Sementara itu, pembebasan Baasyir itu disebut-sebut sebagai bentuk politik kemanusiaan Presiden Joko Widodo.
"Saya kira lebih ke dimensi kemanusiaan, karena (Ba'asyir) sudah tua. Potensi untuk menyebarkan pikirannya juga makin tipis, karena faktor usia," kata pengamat politik yang juga Direktur IndoStrategi Research and Consulting Arif Nurul Imam.
Dari sisi politis, pembebasan Ba'asyir juga bisa menguntungkan Jokowi karena akan mengikis isu dan stigma selama ini soal kriminalisasi ulama.
Senada juga disampaikan Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno bahwa publik melihat pembebasan Ba'asyir lebih banyak bobot politik kemanusiaan daripada murni persoalan hukum.
Adi menilai Ba’asyir sudah sepuh sehingga gerak geriknya mudah dipantau. "Yang jelas, meski bebas, Ba'asyir meski dapat perhatian khusus, terutama soal pikiran-nya yang kerap berseberangan dengan Pancasila," ujar Adi.
BNPT Deradikalisasi Ba'asyir
Usai menjalani hukuman hampir 15 tahun, gerak gerik Baasyir akan dipantau oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Densus 88 Anti-teror Mabes Polri.
Bahkan, BNPT akan menjalankan program deradikalisasi kepada Ba'asyir setelah bebas murni.
"BNPT tentunya sesuai dengan amanat Undang-undang nomor 5 tahun 2018 dan Peraturan Pemerintah nomor 77 tahun 2019 akan melaksanakan program deradikalisasi," kata Direktur Penegakan Hukum BNPT Brigjen Pol Eddy Hartono dalam siaran persnya.
Pogram deradikalisasi memang kerap dilakukan oleh BNPT kepada mantan narapidana teroris ataupun kelompok yang sudah terpapar paham radikal terorisme.
"Tentunya kami berkomunikasi dengan keluarga dan juga kepada Abu Bakar Ba'asyir, dan bersama-sama dengan stakeholder terkait, seperti lembaga pemasyarakatan, kemudian pihak Polri, dan Departemen Agama," tutur Eddy.
Program deradikalisasi yang akan diberikan kepada Abu Bakar Ba'asyir di antaranya yaitu wawasan kebangsaan, wawasan keagamaan, hingga wawasan kewirausahaan.
Program yang dicanangkan oleh BNPT itu juga diharapkan dapat menekan pengaruh Ba'asyir terhadap kebangkitan aksi teror di tanah air.
"Setelah menjalani bebas murni, Ba'asyir bisa memberikan dakwah yang damai dan yang menyejukkan," kata Eddy.
Semoga dengan kebebasan Ba'asyir itu dapat mengurangi aksi terorisme di Indonesia dengan dakwah-dakwahnya yang menyejukkan hati.
Baca juga: Australia berharap Ba'asyir bukan lagi ancaman setelah bebas
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021