"Pelaku meminta bantuan pihak ketiga untuk membuat website belanja daring. Website ini juga diketahui menggunakan hosting di luar negeri," kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Kepolisian Indonesia, Brigadir Jenderal Polisi Slamet Uliandi, di Jakarta, Selasa.
YMP ditangkap di kawasan Kelurahan Selong, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Penangkapan YMP ini menindaklanjuti Laporan Polisi Nomor: LP/B/0019/I/2021/Bareskrim.
Dari tangan pelaku, penyidik menyita sejumlah barang bukti di antaranya empat unit ponsel pintar merk Samsung dan Oppo, satu unit laptop, dua kartu SIM, satu KTP dan empat buku cek dari Bank BRI, BCA dan Mandiri.
Baca juga: Anggota DPR sarankan Polisi Siber atasi ribuan penipuan daring
Kasubdit II Dittipidsiber Bareskrim Kepolisian Indonesia, Komisaris Besar Polisi Adex Yudiswan, mengatakan YMP beraksi dengan cara membuat website bernama GrabToko (www.grabtoko.com) yang menawarkan berbagai macam produk elektronik dengan harga sangat murah sehingga mengundang minat banyak orang untuk berbelanja namun barang itu tidak kunjung dikirimkan.
"Dari informasi pelaku, diketahui ada sejumlah 980 customer yang memesan barang elektronik dari situs GrabToko, namun hanya sembilan customer yang menerima barang pesanan tersebut. Dan sembilan barang yang dikirimkan kepada customer itu ternyata dibeli pelaku di ITC dengan harga normal," kata Yudiswan.
Baca juga: Bareskrim Polri berhasil tangkap pelaku kejahatan siber
YMP diketahui menyewa kantor di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, dan mempekerjakan enam karyawan sebagai customer service yang bertugas meminta tambahan waktu untuk mengirim barang kepada konsumen yang bertanya tentang barang pesanannya yang tidak kunjung diterima. Keenam customer service itu bekerja dengan dengan dia bekali laptop yang ternyata didapatkan dengan cara menyewa dari orang lain.
Dalam melaksanakan proses penyidikan, Dittipidsiber Bareskrim Polri dibantu beberapa bank yang di antaranya Bank BCA, BNI dan BRI.
Total kerugian atas kasus ini diperkirakan mencapai sekitar Rp17 miliar dari pihak iklan dan pembeli.
Baca juga: Laporan soal penipuan online capai 2.300 kasus pada 2019
YMP juga disinyalir menginvestasikan uang hasil kejahatannya ke dalam bentuk mata uang kripto. "Hal ini akan ditangani melalui berkas terpisah," kata dia.
Atas perbuatannya, YMP dijerat dengan pasal 28 ayat 1 juncto pasal 45A ayat 1 UU Nomor 19/2016 atas perubahan UU Nomor 11/2008 dan/atau pasal 378 KUHP dan/atau pasal 82 dan/atau pasal 85 UU Nomor 3/2011 Tentang Transfer Dana dengan ancaman maksimal enam tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
"Dalam kesempatan ini kami menyampaikan bahwa dalam era 4.0 dan memasuki era 5.0 ini, dinamika kejahatan menggunakan media dunia maya berkembang terus dan polanya sama, menjual barang murah untuk mengumpulkan korban, baik berupa elektronik, logam mulia kendaraan, properti dan masih banyak penawaran lainnya," kata Uliandi.
Ia menegaskan, "Berhati hati dengan bujuk rayu barang murah dan sangat menguntungkan. Kroscek dan banyak meriset sebelum terjebak dengan modus penipuan serupa. Kami juga selalu memantau dan melakukan upaya-upaya untuk hal ini tidak terjadi lagi."
Baca juga: Kenali ciri-ciri serangan siber "phishing"
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2021