Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia Agung Firman Sampurna menyatakan lima target dalam program tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) terancam tidak tercapai akibat adanya pandemi COVID-19.
“Mengingat tekanan global saat ini maka beberapa SDG berada dalam bahaya tidak tercapai,” katanya dalam Webinar Internasional Ensuring Transparency and Accountability in Covid-19 Pandemic: a Multi-Stakeholder Approach/Perspective di Jakarta, Senin.
Agung menyebutkan target program SDGs yang berpotensi tidak tercapai adalah nomor tiga yaitu memastikan kehidupan yang sehat dan mempromosikan kesejahteraan untuk semua usia.
Kemudian target SDGs nomor satu yaitu mengakhiri kemiskinan ekstrem dalam segala bentuk, SDGs nomor 10 yaitu mengurangi ketidaksetaraan, serta SDGs nomor dua yaitu mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan peningkatan gizi.
Baca juga: Meski pandemi, target SDGs tidak boleh turun
Terakhir adalah dan target program SDGs nomor empat yaitu memastikan pendidikan berkualitas yang inklusif dan adil serta mempromosikan kesempatan belajar seumur hidup bagi semua.
Ia menyatakan kelima target program SDGs tersebut terancam tidak tercapai karena hingga saat ini pandemi COVID-19 belum mereda dan justru memasuki gelombang kedua di beberapa negara.
Hal ini terlihat dari jumlah korban yang masih terus meningkat secara global yaitu mencapai lebih dari 90,2 juta orang dengan jumlah korban meninggal sebanyak 1,93 juta jiwa.
Di Indonesia sendiri hingga 10 Januari 2020 telah mencapai 818 ribu kasus dengan total kematian sebanyak 23.947 jiwa dan penambahan per hari pada seminggu terakhir lebih dari 10 ribu orang.
Baca juga: Kemendes PDTT nilai SDGs Desa sejalan dengan Stranas ATS
“Pandemi COVID-19 merupakan tantangan yang sangat besar. Tidak ada satu negara pun yang siap menghadapinya dan masih berjuang untuk mengatasinya,” ujarnya.
Tak hanya itu, krisis kesehatan ini juga telah membuat ekonomi dunia dalam kondisi buruk, mendorong jutaan orang kembali ke dalam kemiskinan, memperburuk ketimpangan dan memaksa banyak orang untuk tetap tinggal atau kembali ke hidup dalam kemiskinan ekstrim.
“Hal ini dapat diukur dengan mempengaruhi kapasitas keluarga dalam menyediakan kebutuhan seperti makanan dan pendidikan bagi keluarganya,” jelasnya.
Menurutnya, pandemi COVID-19 memperparah keadaan yang sebelumnya telah mengalami empat gangguan global lainnya seperti krisis keuangan pada 2008, dan krisis teknologi atau Industri 4.0 pada 2009, krisis politik pada 2016.
“Kami tidak punya pilihan lain selain merangkul situasi dan membiasakannya dengan mengadaptasi normal baru,” tegasnya.
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021