Singapura (ANTARA) - Dolar memperpanjang rebound di perdagangan Asia pada Senin pagi, ketika kenaikan tajam imbal hasil obligasi AS dan harapan lebih banyak stimulus untuk meningkatkan ekonomi terbesar dunia mendorong beberapa investor untuk mengurangi taruhan bearish, mengangkat greenback lebih jauh dari posisi terendah multi-tahun baru-baru ini.
Presiden terpilih Joe Biden, yang akan menjabat pada 20 Januari dengan Demokrat mampu mengendalikan kedua majelis Kongres, telah menjanjikan "triliunan" dalam pengeluaran bantuan pandemi ekstra.
Itu telah mendorong imbal hasil pada obligasi AS 10-tahun naik lebih dari 20 basis poin menjadi 1,1187 persen tahun ini, yang membantu dolar ke level tertinggi satu bulan di 104,095 yen pada Senin pagi karena suku bunga yang lebih baik memberikan jeda pada beberapa aksi jual dolar.
Dolar Australia dan Selandia Baru masing-masing turun lebih dari 0,5 persen terhadap dolar ke posisi terendah satu minggu, sedangkan euro dan sterling kehilangan 0,3 persen menyentuh posisi terendah dua minggu.
Baca juga: Biden rencanakan bantuan ekonomi triliunan dolar akibat pandemi
Euro terakhir diperdagangkan pada 1,2183 dolar setelah naik setinggi 1,2349 dalar minggu lalu.
"Sumber yang mendasari kebangkitan adalah setelah pemilihan Senat dan pasar mengantisipasi bahwa kita mungkin mendapatkan lebih banyak dukungan fiskal secara substansial untuk ekonomi AS," kata kepala strategi valas National Australia Bank, Ray Attrill.
“Semua orang bertanya apakah ini mengubah narasi dolar yang lebih lemah - itulah mengapa saya pikir kita mendapatkan sedikit kelanjutan dari apa yang kita lihat pada Kamis (7/1/2021) dan Jumat (8/1/2021).”
Attrill mengatakan dia belum membeli rebound, karena pergeseran dalam imbal hasil relatif cenderung memakan waktu lama untuk dimainkan di pasar mata uang, ketika stimulus tambahan sama sekali tidak pasti dan karena faktor lain yang membebani dolar tetap ada.
Tetapi dengan taruhan terhadap dolar sebagai perdagangan yang ramai, skala aksi jual di pasar obligasi sejak Demokrat memenangkan kendali Senat pekan lalu, telah cukup untuk memperlambat penurunan tajam dan stabil sejak Maret lalu.
Baca juga: Dolar menguat dari terendah 2018 setelah laporan pekerjaan AS suram
Indeks dolar yang mengukur greenback terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya kehilangan lebih dari 12 persen sejak puncak tiga tahun pada Maret, namun telah memantul 1,2 persen dari terendah hampir tiga tahun pekan lalu menjadi stabil di 90,291 pada Senin pagi.
Dolar Australia mundur lebih jauh dari tertinggi lebih dari dua tahun minggu lalu di 0,7819 dolar menjadi diperdagangkan 0,7 persen lebih rendah pada 0,7712 dolar pada Senin pagi, tidak tergerak oleh bulan solid penjualan ritel lokal lainnya.
Kiwi (dolar Selandia Baru) tergelincir 0,6 persen menjadi 0,7194 dolar dan kenaikan dolar yang lebih luas, di tempat lain di Asia.
Dolar menguat 0,15 persen menjadi 6,4746 yuan dalam perdagangan luar negeri dan naik ke level tertinggi dua minggu di 1,3288 dolar Singapura. Baht, ringgit, dan rupiah semuanya juga tergelincir.
"Narasi dolar yang lebih lemah dan semangat berbasis luas untuk pasar negara berkembang telah ditantang di awal tahun daripada yang kami perkirakan, yang dapat mengarah pada pemikiran ulang tentang konsensus perdagangan, setidaknya dalam seminggu ke depan," kata analis Barclays dalam sebuah catatan.
"Kami berpegang pada pandangan non-konsensus kami bahwa dolar kemungkinan akan mendapat manfaat dari pertumbuhan yang lebih baik dan pengembalian modal selama sisa tahun ini."
Angka inflasi China yang akan dirilis pada 0130 GMT akan dipantau untuk wawasan tentang pemulihan ekonomi China. Angka perdagangan China akan dirilis akhir pekan ini bersama dengan data penjualan ritel, sentimen dan produksi AS.
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021