Ya mereka (Laskar FPI) mungkin menyadari diikuti. Karena kan waktu itu Rizieq (pemimpin FPI Rizieq Shihab) mau dipanggil tapi dia kan menghilang

Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Trimedya Panjaitan percaya Polda Metro Jaya yang dipimpin Irjen Fadil Imran mampu mengusut tuntas kasus kepemilikan senjata api (senpi) yang digunakan laskar FPI.

Trimedya dalam keterangan pers-nya di Jakarta, Sabtu mengatakan yang jelas FPI sulit membantah Laskar FPI tidak bersenjata.

"Kita lihat saja seperti apa. Kalau ditetapkan tersangka siapa tersangka-nya. Dari situ kemudian polisi mengembangkan. Kalau, misalnya, ada petinggi FPI bilang enggak punya senjata, ya itu kan terbantahkan," ujarnya.

Hasil investigasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan Laskar Front Pembela Islam (FPI) yang bentrok dengan polisi di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek membawa senjata api.

Trimedya Panjaitan berpendapat hasil investigasi Komnas HAM hampir sama dengan pernyataan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran bahwa peristiwa tersebut terjadi karena Laskar FPI menyerang polisi.

"Ya mereka (Laskar FPI) mungkin menyadari diikuti. Karena kan waktu itu Rizieq (pemimpin FPI Rizieq Shihab) mau dipanggil tapi dia kan menghilang," tutur Trimedya.

Baca juga: Anggota DPR RI: Temuan Komnas HAM harus jadi bahan penyelidikan Polri

Baca juga: LPSK tegaskan siap lindungi saksi kasus kematian laskar FPI

Dalam peristiwa di tol, Trimedya yakin polisi tidak bertindak gegabah. Artinya, kecil kemungkinan polisi menembak Laskar FPI kalau tidak mendapat serangan lebih dulu. Jika polisi menyerang lebih dulu, menurut dia risikonya tentu akan sangat berat.

"Biar fakta-fakta hukum saja yang berbicara. Tentu itu semuanya akan diungkapkan di persidangan. Seperti saya bilang tadi, tidak mungkin untuk urusan seperti ini polisi tidak profesional," ucap Trimedya.

Pakar hukum Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji mengatakan rilis Komnas HAM harus ditindaklanjuti secara tuntas, terutama terkait penyerangan ke polisi.

Menurut dia proses hukum akan mengungkap penyerangan itu karena suruhan atau Laskar FPI bergerak sendiri. Kemudian, pemilik senjata api yang digunakan Laskar FPI juga perlu diusut.

"Siapa pun di FPI yang memiliki keterkaitan dengan penyerangan ini harus bertanggung jawab secara hukum," ujar Indriyanto.

Jadi, lanjut Indriyanto pengungkapan peristiwa di KM 50 harus dilakukan secara utuh. Menurut dia, kematian Laskar FPI adalah dampak atau akibat dari serangan terlebih dahulu terhadap polisi.

"Karenanya kedua masalah tersebut sebagai bagian tidak terpisahkan," katanya.

Selama investigasi, Komnas HAM memeriksa sejumlah saksi, baik dari pihak FPI, keluarga korban, kepolisian, dan Jasa Marga. Komnas HAM juga merekonstruksi insiden bentrok di KM 50 di Kantor Komnas HAM, Jakarta.

Dalam prosesnya, Komnas HAM menemukan bahwa FPI mencegat atau memepet mobil polisi hingga terjadi baku tembak. Mereka menduga mobil itu ditumpangi personel Badan Intelijen Negara (BIN).

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyatakan ada dugaan anggota FPI menggunakan senjata api rakitan saat baku tembak. Komnas HAM merekomendasikan pengusutan lebih lanjut dugaan kepemilikan senjata api tersebut.

"Mengusut lebih lanjut kepemilikan senjata api yang diduga digunakan oleh Laskar FPI," kata Choirul Anam.

Baca juga: Kepemilikan senjata api diduga digunakan laskar FPI diminta diusut

Baca juga: Terdapat 18 luka tembak di tubuh enam laskar FPI

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021