Jakarta (ANTARA) - Makin hari, penyebaran wabah COVID-19 di Indonesia makin menjadi-jadi dan tak satupun pihak yang berani memprediksi kapan berakhir.
Dikatakan makin menjadi-jadi karena jumlah korban terus bertambah setiap hari dan cakupan wilayahnya makin luas.
Episentrum virus yang semula dianggap jauh karena berada di Wuhan (China) diyakini tidak bakal merambah Indonesia. Namun, sekarang ini justru menjadi persoalan sangat serius dalam momentum menyambut Tahun Baru 2021. Bahkan pergantian tahun diwarnai dengan pertambahan angka-angka korban.
Pertambahan jumlah pasien baru melejit pada hari-hari kerja di pekan pertama tahun baru ini. Pada Kamis (7/1) bertambah 9.321, Rabu (6/1) 8.854, Selasa (5/1) 7.445 dan Senin (4/1) 6.743 pasien.
Kasus terkonfirmasi positif virus COVID-19 secara nasional yang disampaikan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 pada Jumat (8/1) pukul 12.00 WIB bertambah 10.617 kasus. Ini.merupakan angka harian tertinggi.
Sejak secara resmi diumumkan pada 2 Maret 2020, korban COVID-19 telah mencapai 808.340 orang hingga saat ini. Setiap hari korbannya terus bertambah, meski angkanya fluktuatif (kadang naik kadang turun) tetapi secara kumulatif naik.
Dari jumlah 808.340 itu, pasien yang sembuh bertambah 7.446 orang. Pasien COVID-19 yang berhasil pulih secara kumulatif telah mencapai 666.883 orang dan 117.704 masih dalam perawatan di rumah sakit maupun isolasi mandiri.
Sedangkan pasien terkonfirmasi positif COVID-19 yang meninggal bertambah 233 jiwa. Wabah ini telah mengakibatkan 23.753 kematian di Indonesia.
Baca juga: 76 persen tempat tidur pasien di RSD Wisma Atlet terisi
Data Kasus
Angka pasien baru sebanyak lebih 10 ribu orang yang diumumkan Jumat (8/1) didapatkan dari spesimen yang diperiksa, yakni 66.619 sampel. Dengan pertambahan ini, jumlah spesimen yang telah diperiksa di Indonesia secara kumulatif mencapai 7.779.926 spesimen.
Secara umum, total suspek per hari itu sebanyak 69.121 orang. Kemudian, COVID-19 telah menjangkiti 34 provinsi di Tanah Air yang mencakup 510 kabupaten dan kota.
Pertambahan kasus positif baru ini paling banyak dilaporkan di DKI Jakarta dengan 2.959 kasus, Jawa Barat (1.824), Jawa Tengah (1.071), Jawa Timur (1.025), Sulawesi Selatan (588), Kalimantan Timur (512), Yogyakarta (379), Banten (253), Bali (231) dan Riau 192 kasus.
Di samping itu, satu provinsi melaporkan penambahan kasus baru di bawah 10 orang sekaligus tanpa kasus sama sekali, yakni Maluku.
Provinsi Jawa Timur menjadi wilayah dengan kasus meninggal per hari itu paling banyak, yaitu 73 jiwa. Kemudian diikuti Jawa Tengah (57), DKI Jakarta (24) dan Lampung (15).
Sementara provinsi yang melaporkan pasien pulih paling banyak, yakni DKI Jakarta dengan 2.681 orang telah sembuh, Jawa Barat (914), Jawa Tengah (859), Jawa Timur (742) dan Sulawesi Selatan (348)
Kasus positif COVID-19 paling banyak di Indonesia terjadi di DKI Jakarta dengan 200.658 kasus, Jawa Barat (94.371), Jawa Timur (90.615), Jawa Tengah (89.637) dan Sulawesi Selatan (35.348).
Pasien sembuh paling banyak dilaporkan di DKI Jakarta 179.417 orang, Jawa Barat (79.643), Jawa Timur (77.844), Jawa Tengah (61.688) dan Sulawesi Selatan (30.687).
Sedangkan total kematian paling banyak terjadi di Jawa Timur, yakni 6.314 jiwa dan Jawa Tengah (3.992). Kemudian DKI Jakarta (3.427), Jawa Barat (1.205) dan Kalimantan Timur (797).
Baca juga: Bogor akan gunakan kantor dinas dan GOR untuk rumah sakit darurat
Pulau Jawa
Dari data itu tergambar jelas bahwa pagebluk ini telah mencengkeram secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Tak ada satupun wilayah yang bisa mengklaim bebas virus corona.
Kalaupun ada daerah yang diumumkan tidak ada kasus baru, maka hal itu bersifat tentatif karena perkembangan penyebaran virus corona dinamis. Pada Kamis (7/1) hanya di Gorontalo tak ada kasus baru, tetapi pada Jumat (8/1) hanya Maluku yang melaporkan jumlah kasus di bawah 10 dan tak ada kasus baru.
Meski di beberapa daerah total kasus sedikit dan kasus baru juga sedikit, tetapi tetap saja ada dampak sosial dan ekonomi yang dirasakan. Inilah dahsyatnya dampak wabah ini; wilayah yang sedikit tetap saja merasakan dampaknya.
Dari data perkembangan terkini juga tergambarkan bahwa Pulau Jawa masih menjadi wilayah terbanyak kasus COVID-19. Ini semakin menguatkan asumsi dan hipotesis bahwa virus corona adalah tipe penyakit yang penularannya terkait dengan mobilitas dan interaksi antarorang.
Sederhananya adalah penularan virus corona terkait kerumunan. Maka, protokol pencegahan penyebarannya dalah 3M (menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak).
Itu pula yang melatari kebijakan pembatasan dan pengetatan aktivitas publik di berbagai negara. Pembatasannya selalu diikuti
pendisplinan protokol kesehatan.
Dalam konteks kebijakan, pemerintah Indonesia dan berbagai pemerintah daerah pun melakukannya dengan instrumen aturan. Implementasinya adalah pengerahan seluruh sumber daya dalam kerangka pembatasan dan pengetatan aktivitas publik untuk memutus rantai penularan secara masif virus ini.
Kalau selama 10 bulan terakhir publik akrab dengan istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), kini juga harus mulai mengenali
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). PPKM diumumkan oleh Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (6/1).
Baca juga: PSBB di Jakarta disesuaikan dengan PPKM Jawa-Bali
Baca juga: Ekonom: PSBB Jawa-Bali jadi faktor pendorong pemulihan ekonomi
Bukan Larangan
Kebijakan ini berlaku pada 11-25 Januari 2021 khususnya di Pulau Jawa dan Bali. Hal itu sebagai respon atas kasus aktif COVID-19 yang meningkat secara drastis dalam beberapa hari terakhir terutama di Pulau Jawa.
Selama pembatasan dan pengetatan sesuai keputusan pemerintah pusat tersebut, dilakukan pengawasan ketat 3M serta meningkatkan Operasi Yustisi yang dilaksanakan Satpol PP, aparat Kepolisian dan TNI. Pemerintah juga menegaskan PPKM bukan larangan aktivitas publik, tapi pembatasan dan pengetatan.
Implementasinya antara lain membatasi karyawan bekerja di kantor sebanyak 25 persen. Sedangkan 75 persen sisanya bekerja dari rumah (WFH).
Begitu juga dilakukan Operasi Yustisi dan penegakan disiplin terkait protokol kesehatan 3M. Pelanggarnya dikenai sanksi.
Ini sebenarnya bukan hal baru karena dalam PSBB di berbagai daerah sudah berbulan-bulan lalu dilakukan. Hanya saja implementasinya dalam konteks daerah dan PPKM untuk menyatukan gerakan pendisiplinan di masyarakat di cakupan wilayah lebih luas.
Di tengah angka-angka keterpaparan virus corona yang terus meningkat maka tidak ada pilihan lain bagi siapapun untuk tidak menaati aturan pencegahannya. Ketidaktaatan pada aturan pendisipinan hanya akan menyebabkan akhir dari pandemi ini semakin tidak pasti.
Dan "mencegah adalah lebih baik daripada mengobati".
Baca juga: Wagub DKI sebut Pergub soal PPKM segera diterbitkan
Baca juga: Pakar: PPKM efektif untuk daerah yang pandeminya terkendali
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2021