"Sebetulnya begitu. Tetapi kita harus menyadari stok vaksin ini terbatas sehingga didahulukan orang-orang yang sehat," kata dia saat diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan para penyintas COVID-19 dianggap telah memiliki sistem kekebalan. Kemudian, bagi orang tanpa gejala (OTG) juga tidak ada masalah jika divaksin.
Baca juga: LaNyalla ajak masyarakat lawan hoaks jelang vaksinasi COVID-19
Oleh sebab itu, tidak ada syarat orang yang akan divaksin harus melalui tes usap atau tes antigen terlebih dahulu.
"Kalau ada orang OTG yang tervaksin, maka itu tidak masalah malah dapat meningkatkan kekebalannya," kata dia.
Terkait usia orang yang bisa divaksin, dr Dirga mengatakan hal itu mengacu pada uji klinis di Bandung yakni rentang usia 18 hingga 59 tahun.
Oleh sebab itu, penyuntikan vaksin pada tahap pertama hanya akan dilakukan pada rentang usia tersebut. Artinya, anak-anak dan kelompok lanjut usia (lansia) tidak divaksin.
"Prinsipnya kita mengedepankan kehati-hatian. Karena uji klinis Sinovac ini hanya melibatkan peserta usia 18 hingga 59 tahun," katanya.
Namun, ke depan penyuntikan vaksin Sinovac buatan China tersebut tidak menutup kemungkinan dilakukan pada usia 60 tahun ke atas.
Hal itu mengingat uji klinis di Brasil melibatkan lansia. Artinya, informasi terkait vaksin akan terus berkembang. Di saat bersamaan, para lansia harus tetap memaksimalkan protokol kesehatan.
Baca juga: Kendala vaksinasi di ketersediaan vaksin, bukan mekanisme
Baca juga: Erick Thohir: Setiap vaksin punya kode sesuai pasien yang disuntik
Baca juga: Presiden: Vaksinasi jangan dibayangkan yang "enggak-enggak"
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021