Jakarta (ANTARA) - Asupan garam yang terlalu tinggi berisiko menyebabkan berbagai penyakit seperti hipertensi hingga dapat mengakibatkan berbagai penyakit degeneratif seperti hipertensi, stroke, hingga gagal jantung
Sebaliknya, jika kekurangan, maka efeknya adalah gangguan fungsi otot dan saraf, gangguan kontrol gula darah, dan lain lain.
Oleh sebab itu sangat penting untuk menjaga asupan konsumsi garam setiap hari, terlebih di masa pandemi virus corona (COVID-19), di mana konsumsi garam berlebih dikaitkan dengan gangguan imunitas tubuh.
Kaitan antara mengkonsumsi garam berlebih dengan turunnya sistem imun tubuh pernah diungkap oleh para peneliti dari University of Bonn, Jerman yang diterbitkan dalam jurnal universitas pada Maret 2020.
Baca juga: Kurangi saos sampai kecap, langkah awal kontrol asupan garam harian
Baca juga: Diet garam bisa menyelamatkan jutaan nyawa
Para ilmuwan menemukan bahwa efek konsumsi garam berlebihan dapat menekan kinerja hormon yang memengaruhi sistem imun tubuh.
Konsumsi garam berlebihan juga disebut dapat memicu penumpukan zat sisa buangan tubuh (urea) di ginjal.
Kondisi tersebut dapat menekan kemampuan sel darah putih untuk memerangi infeksi bakteri.
Trik kurangi asupan garam
Pakar kesehatan sekaligus Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia Profesor Hardinsyah mengatakan ada beberapa cara untuk mengendalikan asupan garam yang sesuai dengan kebiasaan atau pola konsumsi masyarakat Indonesia.
"Tak bisa dipungkiri, kebiasaan masyarakat Indonesia dalam membuat masakan memang banyak menggunakan bumbu dan rempah yang memiliki cita rasa tinggi, sedangkan dalam berbagai bumbu dan rempah itu juga sudah cukup banyak terkandung natrium. Nah cara yang sesuai jika masakan kita sudah banyak menggunakan berbagai bumbu rempah adalah dengan hanya menambahkan garam dapur dalam jumlah yang sedikit sekali," kata Prof Hardinsyah dalam siaran pers, Rabu.
Untuk diet rendah garam, Profesor Hardinsyah menyarankan agar mengganti garam dengan bumbu umami seperti MSG bisa dijadikan solusi.
"Banyak penelitian di luar negeri seperti di Jepang, menunjukkan bahwa penggunaan MSG bisa menjadi strategi diet rendah garam. Sebab, kandungan natrium dalam MSG hanya sepertiga dari kandungan natrium pada garam dapur biasa," kata dia.
Profesor Hardinsyah memaparkan hal itu dalam acara webinar yang digelar Ajinomoto bersama Pergizi Pangan Indonesia bertajuk "Keamanan dan Manfaat Kesehatan Bumbu dan Penguat Rasa, Serta Strategi Pengendalian Asupan Garam Guna Mewujudkan Hidup Sehat" beberapa waktu lalu.
Webinar dihadiri 905 peserta dari kalangan ahli gizi, ahli diet, dan mahasiswa. Profesor Hardinsyah juga mengatakan bahwa MSG aman dikonsumsi karena Asam glutamat dalam MSG sama dengan asam glutamat yang ditemukan secara alami.
Bahkan menurut JECFA (Joint Expert Committe on Food Additive) WHO/FAO, nilai ADI (Acceptable Daily Intake) untuk MSG tidak dinyatakan (not specified). Sementara, berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Pangan, penggunaan MSG di Indonesia diijinkan dengan batas maksimum penggunaan “secukupnya”.
Secara alami, sensor rasa di lidah akan membatasi jumlah MSG dengan sendirinya, demikian Profesor Hardinsyah dari IPB.
Katarina Larasati, Public Relations Manager Ajinomoto Indonesia mengatakan bahwa webinar kesehatan akan kembali digelar hingga Februari 2021, yang diperuntukkan bagi kalangan dokter dan mahasiswa/i kedokteran.
"Kami merasa perlu menyebarkan fakta yang benar dan informatif tentang Bumbu Umami yang akan mendukung mereka tetap sehat, bahkan saat di situasi pandemi COVID-19," kata Katarina.
Baca juga: Pakar sarankan ibu hamil diet rendah garam cegah pre-eklampsia
Baca juga: MSG bisa gantikan garam?
Baca juga: Diet garam bisa bersensasi asin berkat garpu elektrik
Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021