Pemeriksaan secara menyeluruh dengan pendekatan audit universe.

Jakarta (ANTARA) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan anggaran penanganan pandemi COVID-19 mencapai Rp1.035 triliun yang sebagian besar berasal dari APBN.

“Pemeriksaan secara menyeluruh dengan pendekatan audit universe,” kata Auditor Utama Keuangan Negara III BPK Bambang Pamungkas dalam workshop virtual terkait Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I-2020 di Jakarta, Selasa.

Ia merinci dana penanganan COVID-19 itu berasal dari APBN mencapai Rp937,4 triliun, APBD mencapai Rp86,3 triliun, sektor moneter Rp6,5 triliun, dan BUMN mencapai Rp4 triliun.

Baca juga: Pemerintah sediakan anggaran pengadaan vaksin Rp73 triliun

Kemudian, BUMD mencapai Rp320 miliar dan dana hibah dan masyarakat mencapai Rp625,8 miliar.

Entitas pemeriksaan di tingkat pusat mencapai 39 dan daerah mencapai 202 entitas meliputi kementerian/lembaga, BUMN, BUMD dan pemda dengan melibatkan 241 tim pemeriksa.

BPK melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dalam penanganan pandemi COVID-19 berbasis risiko atau risk based comprehensive audit melalui audit universe dan menggunakan big data analytic.

Baca juga: Wamenkes akan fokus ke percepatan penyerapan anggaran Kemenkes

Jenis pemeriksaannya meliputi tiga bagian yakni keuangan dengan mencermati pergeseran anggaran dalam APBN dan APBD 2020 yang dialokasikan untuk penanganan COVID-19.

Kemudian pemeriksaan kinerja terhadap program atau kegiatan penanganan untuk menilai efektivitas program.

Selain itu, pemeriksaan dengan tujuan tertentu dengan fokus pada kepatuhan dan pengendalian internal dalam menggunakan uang negara termasuk pemeriksaan investigasi.

“Saat ini masih dalam proses pemeriksaan, tahapan terakhir. Prosesnya kami baru melakukan penyelesaian laporan hasil pemeriksaan,” imbuhnya.

Baca juga: Menkes jelaskan vaksinasi COVID-19 dibagi dua gelombang hingga 2022

Dalam kesempatan itu, Bambang juga mengungkapkan bahwa BPK sudah mengindentifikasi lima risiko dalam penanganan pandemi COVID-19 yakni risiko kepatuhan menyangkut kepatuhan terhadap regulasi, kemudian risiko strategis yakni dalam mencapai tujuan implementasi kebijakan.

Kemudian, risiko operasional yakni terkait dengan terkendalanya implementasi kebijakan di lapangan karena sistem yang kompleks.

Selanjutnya, risiko kecurangan dan integritas serta risiko keuangan yakni sejauh mana pemerintah menjaga ketergantungan pada pembiayaan eksternal.

Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020