Salah seorang nasabah Kresna Life, Nurlaila mengatakan nasabah sempat merasa lega usai menerima pernyataan OJK yang menyebutkan bahwa OJK tidak pernah menyetujui permohonan PKPU atas PTAJK dan OJK juga telah menyampaikan surat kepada PTAJK untuk melakukan upaya-upaya hukum terhadap putusan pengadilan tersebut termasuk upaya hukum luar biasa sesuai ketentuan per-undang-undangan.
"Tapi, pada tanggal yang sama, 23 Desember 2020, melalui email kepada nasabah-nasabah, PTAJK mengirim surat dari Kurniadi Sastrawinata (Direktur Utama) No.166/KLDIR/XII/2020 tanggal 22 Desember 2020 yang intinya akan tetap menjalankan keputusan PKPU dan khususnya dalam poin 3 menegaskan bahwa PTAJK tidak dapat mengajukan upaya hukum apapun terhadap putusan PKPU tersebut," ujar Nurlaila dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Baca juga: OJK nyatakan tidak pernah setujui PKPU terhadap Kresna Life
Nasabah berpendapat surat tersebut sangat bertentangan dengan pernyataan OJK dan memperkuat dugaan nasabah bahwa PKPU tersebut memang direkayasa untuk kepentingan PTAJK sehingga dapat menunda kewajiban pembayaran kepada para nasabah.
Sebenarnya, lanjut Nurlaila, nasabah mendapatkan adanya dasar hukum yang memungkinkan PTAJK mengajukan pencabutan PKPU yaitu pada Pasal 259 UU RI No 37/2004 yang berbunyi "debitor setiap waktu dapat memohon kepada pengadilan agar PKPU dicabut dengan alasan bahwa harta debitor memungkinkan dimulainya pembayaran kembali dengan ketentuan bahwa pengurus dan kreditor harus dipanggil dan didengar sepatutnya sebelum putusan diucapkan".
"Oleh sebab itu, nasabah merasa kecewa dan heran atas sikap PTAJK dalam surat tersebut di atas karena pastinya tim penasihat hukum PTAJK mengetahui adanya dasar hukum ini. Sebelumnya, PTAJK, berdasarkan Perjanjian Kesepakatan Bersama (PKB) yang telah ditanda-tangani atas 8.054 polis, sudah harus mulai membayar nasabah. Akan tetapi sekarang PTAJK menghentikan pembayaran dengan alasan PKPU ini," kata Nurlaila.
Ia menambahkan, selain itu masih ada nasabah-nasabah lain pemegang sekitar 2m000 polis yang tidak setuju dengan PKB dan menuntut dibayar sesuai ketentuan polis dimana PTAJK masih belum mau memenuhi kewajibannya. Menurut nasabah, PKPU atas PTAJK merupakan pelecehan atas wewenang OJK dan UU atau peraturan-peraturan yang berlaku serta akan mencoreng industri asuransi di Indonesia.
Oleh karena itu, lanjut Nurlaila, nasabah sudah menyurati OJK untuk membimbing nasabah apakah harus mendaftarkan polis-polis tagihan kepada Tim Pengurus PKPU atau tidak karena dalam surat PTAJK atau ketentuan PKPU tersebut, nasabah diberi waktu hingga 30 Desember 2020 untuk mendaftar. Sedangkan menurut POJK dan UU yang berlaku, hanya OJK yang berwenang melakukan PKPU atau mempailitkan perusahaan asuransi, sehingga oleh banyak kalangan PKPU tersebut dianggap cacat hukum.
"Kedua, OJK segera mengambil tindakan-tindakan sesuai UU dan peraturan yang berlaku terutama untuk melindungi kepentingan pemegang polis," ujar Nurlaila.
Nasabah juga sudah menyurati Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung, dan Komisi Yudisial RI, yang isinya memohon perlindungan hukum atas Putusan Sela PKPU No.389/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst. terhadap PTAJK karena berdasarkan UU atau peraturan yang berlaku, nasabah menilai terdapat kekeliruan yang nyata atas dikabulkannya PKPU tersebut.
Baca juga: Nasabah harapkan kehadiran OJK dalam PKPU Kresna Life
Baca juga: Kuasa hukum: Kresna Life dinilai lari dari tanggung jawab
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020