"Karakter Indonesia ya karakter Indonesia, mungkin berbeda dengan karakter di Timur Tengah, Malaysia, Maroko dan lainnya," kata dia saat diskusi lintas agama dengan tema "Memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kebhinnekaan" yang dipantau di Jakarta, Ahad.
Lebih jauh ia mengatakan setiap orang harus bisa memahami karakter negaranya masing-masing. Dalam hal itu pula, setiap warga negara harus tunduk dan patuh pada aturan atau sesuatu yang telah disepakati bersama.
Baca juga: JK ajak MUI terlibat dalam perdamaian Afghanistan
Oleh sebab itu, ia mengajak semua masyarakat agar jangan mau dipecah belah hanya karena melihat ada berbagai model berbangsa di negara lain. Sebab, hal itu belum tentu sama atau cocok dengan Indonesia yang pluralisme.
Ia mengatakan mulai dari berdirinya Indonesia, para kiai, ulama atau tokoh-tokoh bangsa sudah membahas apa yang paling cocok dengan nusantara.
Oleh karena itu, bila ada yang meragukan dan bertanya apakah kondisi saat ini telah sesuai dengan keagamaan masing-masing, maka jawabannya sudah, kata dia.
Menurut dia, bila dalam perjalanannya terdapat kekurangan atau kekeliruan maka tugas masyarakat ialah meluruskannya.
Baca juga: Rekomendasi MUI akhir tahun: Perbaiki daya saing SDM
Sebenarnya, ujar dia, masyarakat bisa meniru konsep yang diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam mendirikan Madinah.
Di Madinah terdapat masyarakat dari berbagai latar belakang berbeda. Ada islam, nasrani, yahudi hingga majusi kelompok masyarakat yang menyembah api.
"Jadi ketika sudah ada contoh dari Nabi Muhammad SAW mendirikan Madinah dengan agama yang berbeda-beda seperti Indonesia, maka itu dikumpulkan atau disatukan," katanya.
Baca juga: MUI Kalsel: Radikal muncul karena masalah agama yang ditekan
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020