Jangka panjang, dolar tetap negatif - tren, rata-rata pergerakan, dan momentum jangka menengah semuanya tetap dalam tren turun

New York (ANTARA) - Dolar AS tergelincir pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), setelah naik selama tiga sesi berturut-turut, karena selera risiko meningkat di tengah ekspektasi kesepakatan perdagangan Brexit yang akan segera terjadi antara Inggris dan Uni Eropa.

Sterling dan euro menguat terhadap greenback setelah berita utama Brexit, begitu pula mata uang yang terkait dengan selera risiko yang lebih tinggi seperti dolar Australia, Kanada, dan Selandia Baru.

Inggris dan Uni Eropa tampaknya hampir mencapai kesepakatan perdagangan yang sulit pada Rabu (23/12/2020). Seorang wartawan Daily Mail Inggris mengatakan kesepakatan telah dilakukan, dan spekulasi beredar bahwa Perdana Menteri Inggris Boris Johnson akan membuat pengumuman pada Rabu malam.

Imbal hasil surat utang pemerintah AS naik setelah berita Brexit, sejalan dengan yang ada di Eropa dan Inggris.

Dalam perdagangan sore, indeks dolar yang mengukur greenback terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya melemah 0,1 persen menjadi 90,39.

Indeks dolar telah melemah lebih dari 6,0 persen tahun ini karena investor bertaruh Federal Reserve AS akan menjaga kebijakan moneternya sangat akomodatif. Harapan penurunan lebih lanjut pada dolar membantu mendukung pasar saham dan mata uang negara berkembang.

“Kami memiliki premi ketidakpastian yang lebih rendah dibandingkan Maret. Penambahan vaksin ... pada dasarnya telah menetapkan apa yang kita ketahui sejak musim panas yang merupakan dolar yang lebih lemah,” kata Mazen Issa, ahli strategi valas senior, di TD Securities di New York.

David Rosenberg, kepala ekonom dan ahli strategi di Rosenberg Research dalam sebuah catatan penelitian mengatakan langkah-langkah teknis menunjukkan kemungkinan peningkatan oversold bounce dalam dolar.

"Jangka panjang, dolar tetap negatif - tren, rata-rata pergerakan, dan momentum jangka menengah semuanya tetap dalam tren turun," tambahnya.

Sementara itu, data AS beragam pada Rabu (23/12/2020) tetapi memiliki dampak yang kecil terhadap mata uang.

Klaim pengangguran awal secara tak terduga turun minggu lalu, meskipun tetap tinggi, dan laporan terpisah menunjukkan belanja konsumen turun bulan lalu untuk pertama kalinya sejak April. Penjualan rumah baru AS juga mengecewakan.

Euro menguat 0,2 persen menjadi 1,2180 dolar. Mata uang tunggal awal bulan ini mencapai level tertinggi dalam lebih dari dua setengah tahun.

Sterling memperpanjang kenaikan terhadap dolar, naik di atas 1,35 dolar. Pound yang sebelumnya menguat karena pencabutan blokade perbatasan Prancis, terakhir diperdagangkan naik 0,9 persen pada 1,3482 dolar. Terhadap euro, pound melonjak 0,8 persen pada 90,33 pence.

Berita utama Brexit membayangi ancaman Presiden Donald Trump untuk memveto RUU stimulus AS. Trump mengatakan paket stimulus yang telah lama ditunggu harus diubah untuk meningkatkan jumlah dalam bantuan langsung tunai - berpotensi mengganggu RUU tersebut.

Di tempat lain, dolar Australia naik 0,7 persen terhadap dolar menjadi 0,7575 dolar AS, sebagian didorong oleh tanda-tanda bahwa wabah kecil COVID-19 di Sydney akan dapat diatasi. Dolar Selandia Baru juga naik 0,7 persen menjadi 0,7091 dolar AS.

Baca juga: Dolar naik ketika jenis baru virus corona kurangi optimisme stimulus
Baca juga: Dolar AS balik melemah setelah kekhawatiran virus baru mereda

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020