Jakarta (ANTARA) - Head of Access Policy and Government Affair Roche Indonesia Lucia Erniawati berharap Stunting Center of Excellence di Kabupaten Manggarai Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur yang merupakan proyek percontohan bisa diadaptasi dan diadopsi di daerah lain.
"Kami tidak ingin proyek ini berjalan sekali kemudian mati. Kami berharap dari inisiatif ini kemudian muncul konsep yang bisa diusung untuk diadopsi dan diadaptasi di tempat lain secara berkelanjutan, mungkin bukan oleh kami melainkan pihak lain," kata Lucia dalam wawancara virtual yang diikuti dari Jakarta, Rabu.
Baca juga: Jatim evaluasi PJJ agar tidak terjadi stunting in learner
Roche Indonesia bekerja sama dengan 1.000 Days Fund mendirikan Stunting Center of Excelence di Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat untuk mendukung Pemerintah Indonesia mencapai sasaran penurunan prevalensi anak kerdil atau stunting.
Proyek tersebut memberikan pelatihan kepada para kader kesehatan dan tenaga kesehatan di Puskesmas untuk memberikan informasi dan edukasi tentang pencegahan anak tumbuh kerdil. Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi dengan prevalensi anak stunting tertinggi di Indonesia, yaitu hampir 43 persen.
Baca juga: Tiga kelurahan di Yogyakarta jadi percontohan pencegahan stunting
"Stunting Center of Excellence menargetkan 21 Puskesmas dan 700 tenaga kesehatan untuk dilatih. Saat ini sudah selesai satu sesi dan akan dilanjutkan dengan sesi berikutnya," jelasnya.
Lucia mengatakan para tenaga kesehatan dari Puskesmas yang dilatih itu akan melatih 1.800 kader posyandu sehingga diharapkan edukasi dan informasi tentang stunting bisa berjalan hingga tingkat rumah tangga.
Baca juga: GAIN : Trenggalek jadi daerah percontohan penurunan angka stunting
"Salah satu kekuatan proyek ini adalah melibatkan lini terdepan, menggunakan bahasa, kearifan lokal, dan alat peraga yang sederhana. Karena itu, dukungan pemangku kepentingan lokal sangat penting supaya program bisa berjalan dengan baik," tuturnya.
Lead Strategist 1.000 Days Fund Zack Petersen mengatakan edukasi dan informasi tentang stunting yang dilakukan program itu menggunakan dua alat peraga, yaitu poster tinggi badan dan selimut cerdas, yang menggunakan gambar-gambar yang mudah dipahami.
"Gambar lebih mudah dipahami dan lebih memudahkan kader-kader dalam melakukan edukasi dan sosialisasi. Kader-kader bisa menjelaskan gambar-gambar menggunakan bahasa daerah setempat," katanya.
Zack mengatakan edukasi dan sosialisasi tentang stunting dilakukan kepada ibu hamil dan keluarganya, termasuk suami dan keluarga lain yang ada di rumah. Suami diminta untuk menjadi suami siaga untuk mencegah anaknya lahir stunting.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2020