Kini, proses pilkada memasuki tahap-tahap akhir yakni tahapan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi bagi calon kepala daerah yang tidak puas dengan hasil pemungutan suara.
Kemudian tahapan akhir yang akan digelar yakni penetapan kepala daerah terpilih serta pelantikan dari gubernur, bupati serta wali kota yang mendapatkan mandat yang sah dari masyarakat sebagai pemilih.
Suksesnya penyelenggaraan Pilkada 2020 bukan berarti tidak menghadapi kendala, pemilihan serentak kali ini dihadapkan pada penyelenggaraan berliku karena kondisi tak biasa. Pada 2020 menjadi tahun dengan apapun aktivitasnya harus menyesuaikan dengan kondisi pandemi COVID-19.
Awalnya, Komisi Pemilihan Umum RI pada Senin 23 September 2019 secara resmi meluncurkan penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah Serentak 2020.
"Kita luncurkan setelah proses pematangan rencana penyelenggaraan dalam kegiatan Konsolidasi Nasional selama dua hari sebelumnya pada 21-22 September 2019,” kata Ketua Komisi Pemilihan Umum RI Arief Budiman ketika itu.
Peluncuran secara simbolis ditandai dengan pencoblosan surat suara di layar digital oleh seluruh komisioner KPU RI.
Peluncuran tersebut juga disaksikan oleh seluruh komisioner KPU daerah baik tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota se Indonesia yang hadir di Jakarta. Pilkada serentak yang diluncurkan tersebut digelar di 270 daerah atau pada 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota.
Pandemi
Seusai peluncuran, tahapan awal-awal pilkada mulanya berjalan dengan baik, sama halnya dengan penyelenggaraan pilkada serentak atau pemilu yang telah digelar pada periode sebelumnya.
Namun memasuki 2020, tepatnya di Januari dunia gempar dengan adanya virus baru yang menjangkiti warga Wuhan, China dan virus yang ditemukan Desember 2019 dengan label COVID-19 itu terus menyebar ke berbagai negara di seluruh belahan dunia.
Pada Maret 2020, Indonesia juga mulai mengonfirmasi adanya masyarakat yang positif terinfeksi COVID-19, dan angka infeksi terus naik jumlahnya.
Pada Maret 2020 itu pula, Komisi Pemilihan Umum menyampaikan tiga pilihan penundaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020 akibat tertundanya tahapan karena wabah COVID-19 kepada pemerintah.
"Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kemendagri dan Komisi II DPR RI sore tadi, KPU menyampaikan tiga opsi penundaan Pilkada 2020," kata Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi saat itu.
Pilihan pertama menurut dia hari pemilihan pilkada ditunda menjadi 9 Desember 2020 jika harus menunda tahapan selama 3 bulan.
"Berarti tahapan yang berhenti (ditunda) bisa dilanjutkan setelah masa tanggap darurat selesai tepat waktu 29 Mei 2020," kata dia.
Kemudian opsi kedua, pilkada ditunda selama 6 bulan atau hari pemilihannya akan digelar pada 17 Maret 2020 atau pilihan ketiga yakni penundaan 12 bulan dan hari pemilihannya akan berlangsung pada 29 September 2021.
"Pada prinsipnya semua pihak (Komisi II, Mendagri, Bawaslu, dan DKPP) setuju Pilkada Serentak 2020 ditunda. Namun belum sampai pada kesimpulan kapan ditundanya," kata dia.
Hal itu menurut Pramono karena masih muncul beberapa pendapat yang berbeda dari beberapa elemen terkait pengambil kebijakan.
"Namun yang sudah mulai mengerucut bahwa tampaknya Pilkada 2020 tidak bisa dilaksanakan pada tahun 2020," ucapnya.
Kemudian mengenai keputusan soal opsi-opsi yang akan diambil oleh KPU, Pemerintah dan DPR menurut dia diputuskan pada pertemuan berikutnya.
Perppu
Pemerintah akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menunda Pilkada Serentak 2020 akibat pandemi COVID-19.
Perppu Nomor 2 Tahun 2020 itu ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo di Jakarta, Senin 4 Mei 2020.
Perppu menyisipkan pasal 201A yang menjelaskan bahwa pemilihan kepala daerah serentak ditunda karena terjadi bencana nonalam dan akan dilaksanakan pada Desember 2020.
Kemudian, Perppu ini juga mengatur dalam hal pemungutan suara pada Desember 2020 tidak dapat dilaksanakan maka pemungutan suara dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam berakhir.
Penjadwalan kembali hari pemilihan melalui mekanisme yang diatur dalam pasal sisipan 122A yang menyatakan, pemilihan serentak lanjutan dilaksanakan setelah penetapan penundaan tahapan pelaksanaan pemilihan serentak dengan Keputusan KPU diterbitkan.
Berikutnya pada pasal 2, penetapan penundaan tahapan pelaksanaan pemilihan serentak serta pelaksanaan pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dilakukan atas persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pada ayat 3 mengatur ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan waktu pelaksanaan pemilihan serentak lanjutan yakni diatur dalam Peraturan KPU.
Pasal 122A tersebut disisipkan di antara pasal 122 dan 123, sementara pasal 201A disisipkan di antara pasal 201 dan 202. Ketentuan lain yang diubah dari Undang-Undang Pilkada yaitu pasal 120 tentang penyebab penundaan pilkada.
Lanjutkan pilkada
Setelah ditunda selama tiga bulan lamanya karena mengingat kondisi ketika itu, akhirnya tripartit Pemerintah, DPR dan penyelenggara pemilu sepakat memutuskan kembali melanjutkan tahapan, kemudian hari pemungutan juga bergeser menjadi 9 Desember 2020.
Tahapan pilkada kembali dimulai pada hari ini Senin 15 Juni 2020, meskipun kurva COVID-19 belum melewati puncak pandemi atau belum melandai di Indonesia. Beberapa tahapan yang sempat tertunda kembali dilanjutkan, dimulai dari verifikasi faktual calon perorangan.
Pemerintah, DPR dan penyelenggara pemilu tentunya memiliki sejumlah pertimbangan untuk menggelar kembali tahapan pilkada di tengah pandemi, salah satunya yakni soal tidak ada yang bisa memastikan bahwa pandemi akan segera berakhir atau benar-benar dapat berakhir.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian ketika itu mengatakan pilkada bisa dilaksanakan di tengah pandemi, hal itu berkaca dari negara lain yang berhasil menyelenggarakannya seperti Korea Selatan.
Korea Selatan kata dia sukses menyelenggarakan pemilu legislatifnya meski sedang berada dalam situasi pandemi COVID-19.
"Pemilu legislatif nasional di Korea Selatan terlaksana pada tanggal 15 April lalu, tapi tahapan-tahapannya sudah dimulai dari Januari, Februari, Maret pada saat puncak pandemi di Korea dan justru angkanya sedang meningkat pada saat itu,” ujarnya.
Apa yang dilakukan oleh Korea Selatan menjadi mungkin diterapkan di Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020 Indonesia dengan belajar sejumlah langkah pencegahan sehingga pemilu tidak menimbulkan klaster baru COVID-19.
Meskipun menggelar pilkada di tengah pandemi, Pemerintah, DPR dan penyelenggara pemilu tentunya sudah mempertimbangkan berbagai hal dengan kondisi penyelenggaraan yang harus menerapkan protokol kesehatan.
Pemerintah, penyelenggara pemilu dan DPR mempersiapkan banyak hal sebelum memulai kembali pilkada serentak dalam kondisi pandemik COVID-19.
KPU menyiapkan aturan dan teknis pilkada yang bisa menjamin keamanan masyarakat dari penyebaran COVID-19, beberapa penyesuaian dilakukan agar tidak terjadi penyebaran wabah ketika tahapan yang berhubungan dengan interaksi tatap muka.
Contohnya, KPU memberlakukan protokol kesehatan ketat sejak verifikasi faktual, pencocokan data pemilih dan kegiatan lainnya yang memerlukan interaksi langsung antara penyelenggara dengan masyarakat.
Dalam melaksanakan tugasnya di lapangan, penyelenggara tingkat ad hoc akan memakai alat pelindung diri lengkap dan peralatan serta protokol kesehatan lainnya.
KPU juga menyesuaikan format penyelenggaraan kampanye agar tidak menjadi potensi penularan COVID-19 pada tahapan tersebut. Kampanye tatap muka dibatasi dengan jumlah tertentu sesuai protokol kesehatan dan mendorong kampanye melalui media dalam jaringan.
Untuk pemungutan suara, KPU menambah jumlah tempat pemungutan suara sehingga jumlah setiap TPS tidak terlalu banyak dan menyebabkan tumpukan massa.
TPS juga mengatur batas kapasitas orang yang berada di dalam untuk persiapan mencoblos, jadwal pencoblosan masing-masing pemilih hingga bilik khusus bagi pemilih dengan keluhan kesehatan.
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan pasien COVID-19 yang sedang dirawat tetap dapat memilih, namun tidak harus ke TPS melainkan mendapatkan pelayanan pemungutan suara di tempat mereka sedang dirawat, hal ini meminimalkan potensi penularan antarpemilih.
"Petugas yang akan datang memakai pakaian pelindung lengkap ke rumah sakit-rumah sakit rujukan," ucap dia.
Sementara itu, dari sisi pemerintah dan DPR mendukung penuh penyelenggaraan agar tidak tersendat dari soal aturan teknis sampai dengan jaminan terkait anggaran yang diperlukan sesuai kebutuhan dan ketepatan waktu pencairan.
Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi memberikan setidaknya empat alasan urgensi menggelar Pemilihan Kepala Daerah Serentak 9 Desember 2020 yang berlangsung di tengah pandemi.
KPU sempat menunda pelaksanaan tahapan pilkada pada Maret lalu, namun setelah penundaan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada Nomor 2 Tahun 2020 diterbitkan pemerintah sebagai landasan hukum menggelar kembali pesta demokrasi tingkat daerah tersebut.
Kemudian KPU juga berkoordinasi dengan Gugus Tugas Penanganan COVID-19, dan mendapatkan rekomendasi melanjutkan kembali pilkada sesuai dengan standar keamanan protokol kesehatan.
"Pilkada dilanjutkan sesuai keputusan bersama pemerintah, DPR dan penyelenggara pemilu. Untuk rekomendasi gugus tugas, surat yang disampaikan dijelaskan pilkada bisa dilaksanakan sesuai dengan protokol kesehatan," kata dia.
Kemudian alasan selanjutnya menurut dia jika pilkada harus dilanjutkan setelah pandemi, maka saat ini tidak ada satu pun yang bisa memastikan kapan pandemi COVID-19 berakhir.
Alasan ketiga, kata Dewa yakni mengenai hak konstitusional memilih dan dipilih periode lima tahunan pergantian kepemimpinan kapala daerah yang tentunya harus dilaksanakan.
"Kemudian alasan ke empat, soal tata kelola anggaran, ini juga mesti harus dipikirkan (jika menunda ke tahun berikutnya)," ucapnya.
Aman dan lancar
Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan pemerintah, penyelenggara dan DPR dulu memutuskan untuk tetap melaksanakan Pilkada Serentak 2020 awalnya menyebabkan kekhawatiran yang sangat serius dari sebagian warga masyarakat.
"Terutama para pemerhati masalah-masalah sosial dan kesehatan serta politik bahwa pilkada serentak ini akan menjadi klaster baru yang sangat membahayakan," kata dia.
Tetapi kenyataannya menurut Mahfud seperti yang dilihat dari data olahan informasi ke Pusat Pengendalian COVID-19 di BNPB ternyata tidak ada bedanya tren perkembangan COVID-19 ini antara daerah yang melakukan pilkada dengan non pilkada.
"Bahkan di beberapa daerah yang tidak ada pilkada itu justru serangan COVID-19 juga besar, memang daerah-daerah yang ada pilkada perkembangan terinfeksi ada yang besar juga, tapi tidak ada kaitan sebenarnya antara membesarnya terinfeksi COVID-19 dengan penyelenggaraan pilkada," katanya.
Mahfud mengatakan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020, mulai dari penyelenggaraan awal tahapan dulu hingga hari pemungutan suara 9 Desember berjalan aman dan lancar.
Menurut dia tidak ada kejadian menonjol soal keamanan, ketertiban termasuk mengenai protokol kesehatan COVID-19 di pilkada.
Bahkan untuk protokol kesehatan, Mahfud menyampaikan tingkat ketaatan masyarakat sangat baik, data yang diterima Pusat Pengendalian COVID-19 menunjukkan ketaatan protokol kesehatan berada di atas angka 90 persen.
"Izinkanlah saya mengucapkan terima kasih kepada KPU dalam semua tingkatan, Bawaslu dengan semua tingkatannya, Forkopimda seluruh jajarannya, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri yang selama ini juga selalu berpartisipasi bekerja keras," ujarnya.
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020