Pertanyaannya, kenapa angka pengangguran masih tinggi karena pembangunan kurang melibatkan perpustakaan dalam pembangunan

Jakarta (ANTARA) - Kepala Perpustakaan Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Syarif Bando mengatakan angka pengangguran yang tinggi disebabkan pembangunan yang kurang melibatkan perpustakaan.

"Pertanyaannya, kenapa angka pengangguran masih tinggi karena pembangunan kurang melibatkan perpustakaan dalam pembangunan," ujar Muhammad Syarif Bando, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu.

Transformasi layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial yang menjadi salah satu program utama Perpusnas melibatkan kemampuan literasi. Pada abad 21, literasi adalah alat kecakapan hidup sebagai modal penting untuk bersaing.

"Kita memerlukan anak-anak Indonesia yang mampu berpikir kritis, kreatif, dan kemauan kolaboratif," tambah Syarif Bando.

Tidak hanya anak-anak milenial yang akan menjadi estafet penerus pembangunan, melainkan para orang tua juga harus didorong agar turut memiliki kemampuan literasi yang setara dengan generasi penerus.

Baca juga: UGM perkuat peran perpustakaan dukung pembelajaran
"Orang tua kalau bisa malah mempunyai kemampuan multi literasi," tambah dia.

Demi memudahkan, literasi perlu dibingkai menjadi Gerakan Literasi Nasional. Gerakan yang tidak bergerak secara parsial melainkan kolaboratif. Pelibatan publik benar-benar di aktifkan karena tanpa kesadaran kolektif, upaya peningkatan daya saing hanya sekedar macan kertas.

Industri 4.0 yang sarat dengan kecerdasan buatan dan big data memerlukan trilogi kecakapan, antara lain pertama karakter, yakni kemampuan beradaptasi pada perubahan yang dinamis. Kedua, kompetensi yang bisa diperoleh manusia lewat pengalaman dalam memecahkan masalah. Ketiga literasi, yakni kemampuan berpikir kritis yang ditopang kemampuan baca tulis.

Perpustakaan menawarkan formula yang mana sumber daya alam yang merupakan modal dasar pembangunan dapat dikelola oleh kualitas SDM yang terbarukan. Salah satunya melalui program transformasi layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial yang rata-rata melibatkan industri rumah tangga.

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Jawa Timur, Supratomo, mengatakan literasi merupakan episentrum untuk kemajuan budaya.

Baca juga: Peran Perpustakaan Masih Termarjinalkan di Masyarakat
"Gerakan literasi nasional dapat adalah pondasi awal jika dilaksanakan dengan baik. Gerakan literasi merupakan praktek sosial dengan berbagai konteks," terang Supratomo.

Rektor Universitas Bahaudin, Mudhary Rachmad Hidayat, mengatakan di sejumlah negara di Eropa dan Asia mulai banyak diterapkan kebijakan dan upaya kolaboratif untuk meningkatkan kompetensi dan kemampuan saat masuk dunia kerja.

Rumusan tersebut melibatkan peran pemerintah, akademisi, dan pelaku bisnis. Dengan demikian, para lulusan universitas langsung terserap oleh lapangan kerja di sektor industri dan UMKM yang dibangun pemerintah.

“Era industri 4.0 secara langsung ataupun tidak langsung telah dilewati. Kita jangan berpikir sama dengan yang dilakukan negara lain. Harus berbeda. Jika sama, berarti proses literasi tidak berjalan dengan baik,” terang Rachmad.
Baca juga: Perpusnas : Perpustakaan miliki peran signifikan menuju kesejahteraan

Pewarta: Indriani
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2020