Jalur Gaza (ANTARA News) - Gencatan senjata yang rapuh kini berlaku di Jalur Gaza dan warga Palestina mulai bermunculan dari reruntuhan, namun Hamas memperlihatkan penentangan dengan tekad tetap bertempur setelah serangan-serangan biadab oleh Israel atas kawasan itu.

Untuk pertama kali sejak Israel melancarkan ofensif masif pada 27 Desember, tak ada laporan serangan-serangan udara, roket atau pertempuran yang dilakukan kedua pihak.

Suara tembakan senjata tak lagi terdengar di sekitar Gaza setelah Israel mengumumkan gencatan senjata sepihak mulai Minggu dan Hamas serta kelompok-kelompok militan lainnya menyerukan gencatan senjata sepekan sesuai versinya.

Di darat, suasana tampak tenang dan warga kembali melakukan kegiatan sehari-hari di tengah-tengah kehancuran, lapor AFP Kamis.

Sejumlah toko dan bank buka kembali. Polisi Hamas muncul kembali di jalan-jalan dan mengatur lalu lintas di perempatan jalan.

Banyak orang masuk ke reruntuhan untuk mencari apa yang mereka bisa manfaatkan seperti pakaian, pesawat televisi, buku-buku dan makanan kaleng.

Najette Manah membawa satu kotak beras yang ia temukan di reruntuhan rumahnya. "Kami tak punya rumah lagi. Saya tak punya apa-apa lagi," ujar anak perempuan itu.

Namun, sayap bersenjata Hamas mengatakan dalam konferensi pers yang disiarkan televisi, pihaknya akan tetap angkat senjata dan menuntut negara Yahudi itu menarik pasukannya dari kantung Palestina itu pada Minggu atau menghadapi serangan-serangan roket lagi.

Dengan muka tertutup, Abu Obeida, juru bicara Brigade Ezzedine Al-Qassam, menyuarakan proklamasi pemimpinnya bahwa operasi 22 hari itu merupakan suatu kemenangan bagi Hamas.

Gerakan itu hanya kehilangan 48 pejuang, katanya, setelah Israel melaporkan membunuh lebih 500 anggota Hamas selama operasi "Cast Lead." Ia mengatakan Israel kehilangan "sedikitnya 80 serdadu" dalam pertempuran. Tapi negara Yahudi itu menyebut 10 serdadunya tewas.

Para juru medis Gaza mengatakan lebih 1.300 warga Palestina telah meninggal.

Abu Obeida menggarisbawahi bahwa gencatan senjata yang diberlakukan Hamas hanya akan berlangsung sepekan jika Israel tidak menarik sepenuhnya para serdadu dari Gaza.

Usaha-usaha Israel yang didukung para pemimpin Amerika Serikat dan Eropa untuk mencegah Hamas mempersenjatai diri lagi juga akan gagal, kata Abu Obeida.

Di tengah-tengah suasana tenang, Israel mengizinkan hampir 200 truk berisi bantuan kemanusiaan ke Gaza dan memasok 400.000 liter bahan bakar ke kawasan itu, kata seorang pejabat.

Keputusan Israel untuk memberlakukan gencatan senjata sepihak dalam perangya melawan Hamas terjadi setelah negara itu memperoleh janji dari Washington dan Kairo untuk membantu mencegah penyelundupan senjata ke Jalur Gaza -- suatu hal yang juga telah dijanjikan Eropa.

Sementara itu tekanan muncul dari berbagai negara, PBB dan kelompok-kelompok hak asasi manusia agar kejahatan perang Israel diselidiki dan mereka yang bertanggung jawab dibawa ke pengadilan.

Sejak akhir Desember, lebih 1.300 warga Palestina telah tewas dan lebih 5.000 cedera, sebagian di antara mereka anak-anak dan wanita.

Empat warga sipil Israel tewas oleh roket-roket Hamas sejak serangan mulai berlangsung dan 10 serdadu Israel juga tewas - empat di antaranya meninggal dalam insiden kena tembak teman sendiri.

Sejumlah insiden khusus juga mendorong seruan bagi investigasi independen atas suatu kejahatan perang, termasuk serangan pekan lalu atas sebuah sekolah yang dikelola PBB. Dalam insiden di sekolah yang dijadikan tempat perlindungan warga sipil, lebih 40 orang tewas.

Upaya-upaya yang dilakukan pasukan Israel menghalangi pekerja pertolongan untuk mengevakuasi warga yang cedera selama empat hari merupakan insiden lain yang dikecam Komite Palang Merah Internasional.

Amnesti Internasional mengatakan para serdadu Israel dan juga Hamas menggunakan warga Palestina sebagai tameng hidup.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2009