Jakarta (ANTARA) - Djoko Tjandra berharap divonis bebas dalam kasus dugaan pemalsuan surat jalan, surat keterangan pemeriksaan COVID-19 dan surat rekomendasi kesehatan untuk dapat masuk ke Indonesia.

"Terserah apa yang terjadi saja, kalau lihat di fakta-fakta mestinya ya, mestinya bebas," kata Djoko Tjandra di pengadilan negeri Jakarta Timur, Selasa.

Dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Timur menuntut Djoko Tjandra dipidana penjara selama 2 tahun berdasarkan dakwaan primer 263 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Baca juga: Pengusaha Tommy Sumardi dituntut 1,5 tahun karena bantu Djoko Tjandra

"Tapi kan tergantung majelis punya penilaian, kertas itukan cuma urusan, urusan berapa sih bayar kertas kayak begitu sekarang ini? Urusannya kecil sekali kenapa permasalahan ini dibesarkan," tambah Djoko.

Terpidana kasus "cessie" Bank Bali itu mengaku surat-surat yang disebut dipalsukan itu tidak pernah ia gunakan.

"Sama sekali tidak (digunakan). Saya lihat saja tidak pernah bagaimana digunakan? Saya di Malaysia, kapan saya lihat di Indonesia punya surat seperti itu? Kan kita di Malaysia," tambah Djoko.

Menurut Djoko untuk bepergian ke berbagai tempat memang membutuhkan sejumlah dokumen.

"Loh memang kalau kita ke Malaysia berangkat ke mana-mana (dokumen) itu harus ada, bukan hanya di Indonesia, semua berlaku di seluruh dunia. Keluar dari pintu Malaysia harus memerlukan 'swab test' tanpa kecuali, 'swab test' Malaysia saya punya, kita miliki," ungkap Djoko.

Dalam perkara ini, Djoko Tjandra didakwa bersama-sama dengan bekas Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo dan advokat Anita Dewi Anggraeni Kolopaking.

Djoko Tjandra adalah terpidana kasus "cessie" Bank Bali berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung 11 Juni 2009 yang dijatuhi hukuman penjara selama 2 tahun dan denda Rp15 juta subsider 3 bulan.

Namun ia melarikan diri sehingga sejak 17 Juni 2009 ditetapkan status buron dan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Direktorat Jenderal Imigrasi dan daftar Interpol Red Notice.

Baca juga: Alasan Napoleon balas surat istri Djoko Tjandra: melayani masyarakat

Djoko Tjandra lalu berkenalan dengan Anita Kolopaking pada November 2019 di Kuala Lumpur. Pada pertemuan itu disepakati Anita menjadi kuasa hukum Djoko Tjandra untuk melakukan upaya hukum PK, namun pendaftaran PK Anita ditolak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena Mahkamah Agung mengharuskan pemohon hadir sendiri untuk mendaftarkan permohonannya.

Djoko Tjandra pun meminta Anita untuk mengatur kedatangannya ke Jakarta yaitu melalui bandara Supadio Pontianak. Anita lalu menghubungi rekan Djoko Tjandra, Tommy Sumardi untuk mengurus kedatangannya Djoko Tjandra.

Tommy lalu menghubungi Prasetijo hingga pada 29 April 2020 Tommy, Anita dan Prasetijo di kantor Prasetijo untuk membicarakan persoalan hukum Djoko Tjandra.

Anita lalu meminta Prasetijo agar ada anggota polisi di Pontianak yang dapat menemani Joko Tjandra mencari rumah sakit untuk mendapat surat "rapid test" bebas COVID-19 dan surat keterangan kesehatan.

Prasetijo lalu meminta Kaur TU Ro Korwas PPNS Bareskrim Polri Dodi Jaya untuk membuat surat jalan bagi Djoko Tjandra dan Anita Kolopaking ke Pontianak untuk keperluan monitoring pandemi di Pontianak dan wilayah sekitarnya tertanggal 3 Juni 2020.

Baca juga: Irjen Napoleon ungkap 3 hal besar di belakang Tommy Sumardi

Prasetijo selanjutnya memerintahkan Sri Rejeki Ivana Yuliawati untuk membuat surat keterangan pemeriksaan COVID-19 yang ditandatangani dr. Hambek Tanuhita untuk Prasetijo Utomo (anggota Polri), Jhony Andrijanto (anggota Polri), Anita Dewi A Kolopaking (konsultan) dan Joko Soegiarto (Konsultan) dengan seluruhnya beralamat di Jalan Trunojoko No 3 Kebayoran Baru Jakarta Selatan.

Surat-surat itu diserahkan Prasetijo ke Anita pada 4 Juni 2020 yang selanjutnya dikirimkan Anita melalui "whatsapp" ke Djoko Tjandra.

Anita, Prasetijo Utomo dan Jhony Andrijanto lalu berangkat ke bandara Supadio Pontianak menggunakan pesawat King Air 350i milik PT Transwisata Prima Aviation untuk menjemput Joko Tjandra pada 6 Juni 2020. Keempatnya lalu langsung kembali ke Jakarta dan pergi ke Hotel Mulia dan selanjutnya Djoko Tjandra kembali ke rumahnya di Simpruk, Jakarta Selatan.

Pada 8 Juni 2020, Anita lalu menjemput Djoko Tjandra untuk pergi ke kantor kelurahan Grogol Selatan untuk merekam KTP-el atas nama Djoko Tjandra dan selanjutnya berangkat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mendaftarkan PK.

Masih pada hari yang sama, Anita, Prasetijo dan Jhony mengantarkan Djoko Tjandra kembali ke Pontianak menggunakan pesawat sewaan yang sama, setelah itu Anita, Prasetijo dan Jhony langsung kembali ke Jakarta.

Pada 20 Juni 2020, Djoko Tjandra kembali berangkat dari Pontianak menuju Jakarta menggunakan pesawat Lion Air dan proses "check in" dibantu anggota Polri Jumardi.

Selanjutnya pada 22 Juni 2020, Anita menyerahkan seluruh dokumen asli untuk pembuatan paspor dan setelah paspor selesai, Djoko pulang ke Malaysia melalui Pontianak.

Baca juga: Hakim tegur perilaku jaksa Pinangki dalam persidangan
Baca juga: Pinangki klaim inginkan eksekusi Djoko Tjandra tapi tak lapor atasan

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020