Kepada sejumlah wartawan yang sehari-hari meliput kegiatan BUMN, Said mengatakan, pelajaran yang dapat diambil dari kasus itu adalah bahwa manusia sangat kecil di hadapan Tuhan.
Tangki yang terbakar ujarnya, hanya satu dan berisi 2.500 kiloliter. Namun panasnya luar biasa dan tidak ada yang bisa memadamkannya selain dengan menunggu bahan bakar tersebut habis.
Ia bercerita, sekitar pukul pukul 23.00 WIB dirinya mendatangi lokasi kebakaran untuk sekaligus mencari tahu penyebab kebakaran aset Pertamina itu.
Akan tetapi pria kelahiran Pinrang, Sulawesi Selatan 2 Mei 1962 ini mengaku tidak bisa berbuat apa-apa.
Pemadam kebakaran yang dikerahkan dari seluruh wilayah DKI Jakarta yang dikerahkan, lebih banyak digunakan untuk melokalisir api agar tidak merembet ke tangki lainnya, dengan menyemprot rumah-rumah warga dan bangunan yang ada di sekitar titik api.
"Bayangkan dari jarak 150 meter panasnya sudah luar biasa. Efek panas kebakaran bahkan telah membuat kaca rumah, dan air yang mengucur dari atap rumah warga juga terasa panas," paparnya.
Meskipun saat kejadian hujan hujan, tambahnya lagi, tidak membuat dirinya kedinginan. Jaket yang dikenakannya pun tidak pernah basah karena panas yang dihantarkan api yang membumbung hingga 100 meter ke langit seketika juga mengeringkan pakaian yang melekat di tubuhnya.
Akan tetapi, Said mengakui selain turut prihatin akibat peristiwa tersebut, dirinya juga mengaku senang.
Kenapa pak? "Saya bisa sauna gratis... Kapan lagi sauna gratis di ruang terbuka malam-malam lagi," kata Said yang mengaku berada di lokasi hingga pukul 03.00 WIB. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009