Jakarta (ANTARA) - Wakil Direktur Eksekutif International Conference of Islamic Scholars (ICIS) KH Khariri Makmun Lc MA mengatakan kultur keberagaman di Indonesia sejatinya sudah dibangun dengan suatu budaya dakwah Nusantara sebagai langkah untuk saling toleransi dan menghormati, serta menjaga persatuan bangsa.

Khariri, dalam rilis BNPT, Jumat, mengatakan bahwa memang belakangan ini muncul kelompok-kelompok yang mereka agak eksklusif yang sebenarnya wajar saja.

Menurut dia, di mana saja, di negara mana saja, akan muncul kelompok-kelompok yang punya sifat eksklusif, cara berpikir yang berbeda dengan yang lain.

”Biasanya gerakan-gerakan semacam ini muncul karena faktor-faktor di luar agama itu sendiri. Dipicu hal-hal di luar perspektif persoalan agama, bisa jadi karena persoalan politik. Kalau saya lihat seperti itu,” ujar Khariri.

Baca juga: BNPT: Ideologi terorisme tak kenal batas teritorial dan usia

Rais Syuriah Nahdlatul Ulama (NU) di Jepang pada tahun 2004-2006 ini mengatakan, tentunya tidak boleh juga kalau eksklusifitas ini dibiarkan, karena kalau nantinya semakin membesar, semakin liar, maka bisa menimbulkan instabilitas.

Menurut dia, tentu masyarakat bangsa ini tidak ingin kalau Indonesia menjadi seperti negara-negara di Timur Tengah, seperti Irak, Libya, Yaman atau Suriah.

”Itu mereka semuanya hancur karena sikap keagamaan yang eksklusif dan dibiarkan hingga tidak bisa dikendalikan oleh kelompok moderatnya sendiri. Oleh karena itu harus ada kekuatan-kekuatan moderat yang mampu meredam sikap-sikap eksklusif yang selama ini berkembang di Indonesia,” tuturnya.

Pengasuh Pondok Pesantren Algebra International Boarding School Bogor ini menjelaskan bahwa sebetulnya di dalam Al Qur’an ada ayat seperti ”wa`tasimu bihablillahi jami`an wala tafarraqu” yang artinya ”mari kita berpegang pada tali Allah, jangan kita berpecah belah”.

”Maka kalau kita sudah bersatu di dalam NKRI, ini sebetulnya kita sudah diikat oleh tali Allah dan dihubungkan sebenarnya. Maka jangan sampai persatuan ini dicederai, apalagi oleh ambisi-ambisi politik,” ucap peraih Doktor dari Averup University, Rotterdam, Belanda, itu.

Peraih gelar Master dari Universitas Ulum Islamiyah Wal Arabiyah Damaskus, Syria, ini menyebut bahwa hal itu juga bisa dikaitkan dengan ayat Al Qur’an yang lain.

Baca juga: IPW ingatkan polisi dan BNPT waspadai aksi teror pada akhir tahun

Dalam surat Al Baqarah, Nabi Ibrahim berdoa ”a-idz qaala ibrahimu rabbi ijal hdzaa albalada amina” yang artinya Nabi Ibrahim memohon ”ya Allah jadikan negara ini balada amina, negara yang aman”.

”Maka yang dimaksud negara aman itu karena masing-masing bisa menjaga kesatuan dan persatuan, melindungi itu. Tapi kalau negara ini tidak aman, itu sudah pasti ada perpecahan di sana. Jadi ada korelasi sebetulnya, para nabi itu semua ingin menjaga stabilitas, mereka ingin agar kondisi yang sudah baik ini jangan sampai dihancurkan,” kata Khariri.

Khariri menyampaikan agar jangan sampai hal-hal yang terjadi saat ini memicu persoalan-persoalan baru. Karena, menurut dia, masalah Indonesia sudah demikian banyak dan menumpuk, jangan sampai ditambahi lagi dengan persoalan-persoalan yang tidak esensial.

”Kalau hanya sekadar perbedaan politik, perbedaan cara pandang kita memilih pemimpin, atau kita tidak suka dengan kekuatan politik tertentu, itu tentunya tidak harus dengan cara kita merusak perdamaian atau kita merusak persatuan,” tuturnya.

Oleh sebab itu dirinya menyampaikan bahwa seluruh masyarakat harus menjaga persatuan yang ada supaya masyarakatnya bisa tetap hidup damai di negeri ini.

Menurut dia, pemerintah juga harus fokus menegakkan hukum. Karena ia melihat kelompok-kelompok eksklusif selama ini ada kelonggaran yang mungkin itu adalah niat pemerintah supaya mereka bisa mengevaluasi diri, muhasabah.

Baca juga: Perti: Ulama harus bawa kedamaian dan kerukunan bagi umat

”Tapi kalau diberi waktu ternyata mereka masih tidak berubah maka hukum harus ditegakkan. Pemerintah perlu untuk bersikap tegas kalau memang itu diperlukan dan saya kira masyarakat juga akan mendukungnya. Jadi siapa yang salah itu ditindak tegas, selesai urusannya,” katanya.

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020