Usulan perubahan itu disampaikan oleh Kepala IAEA, Rafael Grossi. Ia berpendapat perjanjian nuklir baru dibutuhkan setelah Joe Biden terpilih sebagai presiden Amerika Serikat menggantikan Presiden Donald Trump.
Grossi, saat diwawancarai pada Kamis (17/12), mengatakan ada banyak pelanggaran yang dilakukan oleh Iran sehingga perubahan isi perjanjian diperlukan saat Joe Biden resmi menjabat pada Januari 2021.
Walaupun demikian, AS, di bawah pemerintahan Presiden Trump, memutuskan keluar dari perjanjian nuklir itu pada Mei 2018.
Terkait itu, Biden mengatakan AS akan kembali bergabung jika Iran tunduk pada isi kesepakatan. Sejauh ini, IAEA jadi badan dunia yang ditunjuk untuk mengawasi kepatuhan Iran terhadap isi perjanjian nuklir.
Sejak AS keluar dari perjanjian nuklir dan kembali menjatuhkan sanksi terhadap Iran, Teheran membalas keputusan Washington dengan melanggar beberapa isi kesepakatan.
"Penilaian apapun yang ditujukan kepada bentuk-bentuk komitmen yang telah diterapkan tentunya telah melampaui mandat yang diberikan kepada badan pengawas dan sikap semacam itu harus dihindari," kata Dubes Gharibabadi lewat unggahannya di media sosial Twitter.
Baca juga: Ilmuwan nuklir terkemuka Iran Fakhri Zadeh dibunuh dekat ibu kota
IAEA diharapkan bekerja sesuai dengan mandat yang diberikan dalam perjanjian nuklir Iran-AS, yang kemudian disebut Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPoA), kata kepala perwakilan Iran untuk IAEA.
Presiden Iran Hassan Rouhani, salah satu perancang JCPoA, berulang kali mengatakan beberapa kebijakan nuklirnya dapat dibatalkan jika AS mencabut sanksi dan menghormati isi kesepakatan.
Sumber: Reuters
Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020