Jakarta (ANTARA) - Mampu mengontrol berkemih saat sadar dan tidur menjadi salah satu bagian dari proses tumbuh kembang anak dan ini umumnya dicapai anak saat usianya lima tahun.

Dengan kata lain, jika saat usianya lebih dari lima tahun dia belum bisa berkemih mandiri saat tidur pada malam hari, orang tua perlu waspada anak mengalami enuresis.

Baca juga: Mengatasi mengompol pada anak

"Proses berkemih saat anak bangun dan tidur itu bagian terakhir proses tumbuh kembang. Perlu waktu hingga usia 4 tahun baru anak bisa mulai mengontrol berkemihnya saat bangun dan saat tidur. Enuresis (terjadi) kalau anak usia lebih dari lima tahun pada malam hari mengompol saat tidur," ujar Kepala Departemen Urologi FKUI-RSCM, Irfan Wahyudi dalam konferensi pers virtual, Jumat.

Anak usia 1-2 tahun umumnya baru merasakan kandung kemih penuh, diikuti kemampuan berkemih secara sadar. Pada saat usianya 3 tahun, dia akan mampu menahan kencing dan di atas usia empat tahun tidak mengompol pada malam hari.

"Ajari anak dengan toilet training usia 2 tahun, lalu penggunaan popok sampai anak besar itu bisa menyebabkan anak malas ke toilet," kata Irfan.

Sementara jika anak tak bisa mengontrol berkemih saat terbangun pada malam hari maka disebut nokturia, yang pada orang dewasa diartikan terbangun bangun untuk berkemih dan diikuti keinginan untuk tidur kembali.

Enuresis bisa diikuti gejala berkemih lain, seperti buang air kecil terputus-putus atau nyeri saat berkemih atau tak ada gejala lain yang disebut monosimtomatik enuresis (MNE).

Baca juga: Mengompol kerap dialami pasien usai operasi kanker prostat

Menurut Irfan, kecurigaan enuresis pada anak juga bisa diperkuat jika tidak ada kelainan saraf atau anatomi, mengompol terus terjadi atau kambuh kembali setelah enam bulan.

Penyebab kondisi ini akibat produksi urin di malam hari yang seharusnya dikurangi oleh akivitas hormon arginin vasopresin malah tidak terjadi sehingga produksi urin tetap tinggi sementara kapasitas kandung kemih relatif kecil.

Pada 2/3 anak enuresis, kadar hormon yang bertugas menyerap kembali air di ginjal sehingga produksi urin menurun ini rendah pada malam hari.

"(Penyebab lainnya) bisa juga karena (kandung kemih) sensitif dan faktor lain seperti ketidakmampuan anak bangun di malam hari saat kandung kemih penuh," kata Irfan.

Di sisi lain, riwayat keluarga dengan masalah serupa, konstipasi, infeksi saluran kemih, kapasitas kandung kemih yang kecil, ansietas, gangguan tidur, ganggu psikologi dan diabetes juga bisa menjadi penyebab lain dan faktor risiko.

Di Indonesia, kejadian enuresis menurut data Perkumpulan Kontinensia Indonesia (PERKINA) tahun 2008 menujukkan angka 2,3 persen dengan perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan 2:1.

Apa dampak enuresis pada anak? Irfan mengatakan, anak bisa menurun rasa percaya dirinya, menarik diri dari lingkungan karena merasa minder masih mengompol, mengalami gangguan tidur akibat merasa tidak nyaman mengompol dan berpotensi mengalami gangguan pada kesehatannya.

"Enuresis yang terjadi pada anak kurang dari 5 tahun masih dalam keadaan normal. Jika usia telah lebih dari 5 tahun segera berobat ke dokter," demikian kata Irfan.


Baca juga: Mengenal perbedaan stres dan "parental burnout"

Baca juga: Waktu terbaik berikan sentuhan pada bayi dilakukan sejak ibu hamil

Baca juga: Merawat bakat anak di kala pandemi COVID-19

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2020