Jakarta (ANTARA) - Dalam menghadapi kondisi bonus demografi di Indonesia pada tahun 2030-2040, maka kebijakan yang perlu difokuskan adalah upaya peningkatan keahlian yang dimiliki pekerja generasi muda agar bisa adaptif dengan iklim industri nasional.
"Harus ada revolusi keahlian agar tenaga kerja kita harus mampu menjawab tantangan future work tersebut, karena jika tidak akan terjadi mismatch yang lebih besar (antara kebutuhan dunia industri dengan keahlian tenaga kerja)," kata Direktur Ketenagakerjaan Bappenas Mahatmi Parwitasari Saronto dalam Webinar "Kemitraan dalam Peningkatan Peluang Ekonomi Kaum Muda", Kamis.
Menurut Mahatmi, hal itu penting karena tantangan ke depan adalah tidak hanya menciptakan lapangan kerja yang berkualitas, tetapi juga membuat generasi tenaga kerja yang fleksibel dan adaptif.
Baca juga: Wapres: Bonus demografi bisa jadi kunci Indonesia Emas 2045
Apalagi, ia mengingatkan bahwa perkembangan teknologi akan menciptakan jenis pekerjaan baru yang produktif dalam jumlah besar.
Dengan demikian, lanjutnya, bila tidak adanya keahlian yang memadai, khususnya bagi generasi muda, maka berpotensi produktivitas stagnan sehingga sukar pula bersaing dengan negara-negara lain.
Mahatmi juga mengingatkan adanya perubahan budaya di mana semakin banyak warga yang menikmati fleksibilitas dalam bekerja, seperti fenomena WFH, sehingga semakin banyak pula waktu untuk keluarga dan aktivitas berolahraga guna membuat kehidupan semakin seimbang.
Pembicara lainnya, Chief Technology Officer (CTO) Kerjabilitas.com Tety Sianipar mengingatkan bahwa soft skills atau keahlian adaptif lebih penting dibandingkan hard skills atau keahlian teknis agar bisa lebih sukses di jalur pekerjaan formal.
Baca juga: Menristek: Manfaatkan bonus demografi untuk melahirkan banyak startup
Selain itu, ujar dia, tantangan yang ada pada era globalisasi, khususnya bagi generasi muda yang kemampuan ekonominya tidak kuat, adalah akses kepada jaringan internet yang bagus dan konsisten.
Direktur Pusat Kajian Kepemudaan UI Rissalwan Habdy Lubis menuturkan, kualitas jaringan internet yang tidak memadai dapat menghalangi kaum muda mendapatkan pengetahuan dan pelatihan yang selaras dengan perubahan zaman, serta membuat semakin terhalang akan beragam informasi terkait peluang kerja yang bermanfaat bagi mereka.
Pada saat ini, menurut Rissalwan, ada ruang yang besar yang dapat dilakukan berbagai pihak untuk membantu mendorong anak-anak muda agar terdorong menjadi wirausahawan.
Ekonom Indef, Bhima Yudistira juga mengakui bahwa pada saat ini masih belum banyak anak muda yang ingin menjadi wirausahawan yang perlu menjadi fokus dari kebijakan pemerintah dan berbagai pihak terkait.
"Pemda punya balai latihan kerja yang seharusnya terintegrasi dengan program-program pemerintah pusat," katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan syarat-syarat utama dalam rangka mencapai Visi Indonesia 2045 yaitu menjadi negara berpendapatan tinggi, di antaranya adalah tersedianya SDM yang berkualitas baik dari kemampuan karakter maupun keahlian.
Hal tersebut, ujar Sri Mulyani, mengingat Indonesia memiliki bonus demografi yaitu 52 persen dari total 309 juta penduduk berusia produktif.
Oleh sebab itu, lanjut Menkeu, pemerintah terus melakukan reformasi di bidang pendidikan agar adanya bonus demografi menimbulkan dampak positif terhadap faktor produksi yang produktif dan inovatif.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020