Surabaya (ANTARA) - Perusahaan Umum Jasa Tirta (PJT) I mencatat terdapat sebanyak 17 titik tanggul yang rawan longsor di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Brantas.
"Untuk potensi banjir kami mencatat ada 17 titik (tanggul yang rawan longsor) di DAS Brantas. Mulai dari Kediri hingga Gresik," ujar Direktur Utama PJT I, Raymond Valiant Ruritan di Surabaya, Sabtu.
Rinciannya, tiga di Kabupaten Kediri, dua di Nganjuk, lima di Jombang, tiga di Sidoarjo, dua di Kabupaten Mojokerto, serta dua di Gresik.
Raymond menjelaskan potensi banjir dengan kondisi tanggul yang kritis menjadi sangat besar sehingga di tengah pandemi COVID-19 ini diharapkan pemerintah tetap mewaspadai potensi banjir yang belum bisa diprediksi.
Baca juga: Petugas BPBD cek lokasi kemunculan buaya di Sungai Brantas
Baca juga: Jawa Timur akan jadi percontohan penanganan daerah aliran sungai
Curah hujan saat ini, lanjut dia, terus mengalami peningkatan yang datanya pada tahun 2019, tingkat curah hujan mencapai 1.250 milimeter per tahun, dan tahun 2020 sekitar 1.450-1.550 milimeter per tahun.
Sedangkan, pada pada 2021 diperkirakan lebih dari 1.550 milimeter per tahun.
"Kondisi akan lebih basah, karena curah hujan lebih tinggi. Di tahun 2021 curah hujan di DAS Brantas diperkirakan lebih dari 1.500 milimeter per tahun. Ditambah lagi, kondisi pengelolaan lingkungan yang cenderung mengakibatkan berkurangnya resapan. Sehingga potensi banjir lebih tinggi, termasuk tanah longsor," tuturnya.
Mengenai daya tampung sungai dan bendungan yang dikelola PJT I, Raymond memastikan kapasitasnya masih mencukupi.
"Kalau daya tampung sungai dan bendungan masih aman. Tapi kami tidak bisa mengendalikan banjir di luar itu, seperti banjir yang menggenangi jalan raya atau wilayah pemukiman," katanya.
Selain itu, potensi bencana longsor juga cukup besar di DAS Brantas sisi hulu di wilayah Malang Raya.
"Seperti di Pujon, Malang, sering terjadi longsor. Rata-rata terjadi karena daerah tangkapan air hujan yang semestinya bisa terserap dalam tanah mulai banyak berkurang," katanya.
Dia mengimbau agar masing-masing individu untuk bersama-sama menciptakan perilaku pencegahan banjir. Salah satunya dengan menghindari pencemaran lingkungan khususnya di bantaran Sungai Brantas.
"Mengingat persentase limbah domestik di sepanjang Sungai Brantas, baik padat berupa sampah dan cair yang berasal dari masyarakat cukup besar, yakni mencapai 60 persen," tuturnya.*
Baca juga: PJT survei ulang penambangan pasir liar di Sungai Brantas
Baca juga: Aktivis surati Kapolri terkait penambangan ilegal Sungai Brantas
Pewarta: Fiqih Arfani/Willy Irawan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020