Pertimbangan dari sisi industri secara mikro tidak mencerminkan keberpihakan keadilan terhadap penyelamatan generasi muda dan rakyat golongan miskin dari terpaparnya zat adiktifJakarta (ANTARA) - Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB AD) Jakarta Mukhaer Pakkanna dan Center of Human and Economic Development (CHED ITB AD) menyambut baik keputusan pemerintah menaikkan cukai rokok rata-rata 12,5 persen.
"Namun, pemerintah melalui Kementerian Keuangan perlu mempertimbangkan kerugian makro di sektor kesehatan dan pembangunan manusia yang menjadi tujuan utama kenaikan cukai hasil tembakau," kata dia melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan kerugian makro dampak negatif tembakau dan produk turunannya di Indonesia tercatat Rp727,7 triliun, yang terdiri atas kerugian total kehilangan tahun produktif Rp374,06 triliun, belanja kesehatan total rawat inap Rp13,6 triliun, belanja kesehatan total rawat jalan Rp208,83 triliun, dan biaya konsumsi rokok Rp131,14 triliun.
Menurut Mukhaer, pertimbangan dampak kenaikan cukai terhadap buruh, petani, serta kemungkinan rokok ilegal yang selalu menjadi alasan klasik perlu ditinjau ulang dengan mengoptimalkan dana bagi hasil cukai tembakau oleh pemerintah daerah secara jelas dan terukur.
"Pertimbangan dari sisi industri secara mikro tidak mencerminkan keberpihakan keadilan terhadap penyelamatan generasi muda dan rakyat golongan miskin dari terpaparnya zat adiktif," tuturnya.
Riset Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada 2019 tentang kenaikan cukai hasil tembakau minimal 25 persen pada 2020 seharusnya dapat menjadi tolak ukur mengurangi kerugian makro yang ditimbulkan secara bertahap, yaitu dengan menurunkan prevalensi perokok anak menjadi 8,6 persen pada 2024, sesuai sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Kementerian Keuangan memperkirakan kenaikan cukai hasil tembakau rata-rata 12,5 persen akan menurunkan prevalensi perokok dewasa 32,3 persen hingga 32,4 persen dan prevalensi perokok anak menurun 8,8-8,9 persen.
"Perkiraan tersebut perlu dibuktikan secara hipotesis yang dapat diterima pada tahun target capaian mengingat data historis kenaikan cukai hasil tembakau rata-rata 10 persen per tahun tidak dapat menurunkan prevalensi perokok anak dan dewasa," katanya.
Baca juga: Keputusan pemerintah menaikkan cukai rokok dipuji kalangan kesehatan
Baca juga: Komnas minta petani tidak khawatir kenaikan cukai rokok
Baca juga: Pekerja IHT khawatir kenaikan cukai picu efisiensi tenaga kerja
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020