tidak dibarengi dengan penyederhanaan golongan cukai sehingga industri masih sangat mungkin mengakali harga rokok bisa tetap murah di pasaran dan terjangkau anak-anak

Jakarta (ANTARA) - Peneliti sekaligus Direktur Sumber Daya Manusia Universitas Indonesia (UI) Abdillah Ahsan menilai kebijakan pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau rata-rata 12,5 persen pada 2021 mendatang seharusnya diiringi dengan simplifikasi golongan cukai.

"Kenaikan harga rokok di pasaran sebagai efek kenaikan cukai adalah hal yang kita harapkan karena akan menekan konsumsi rokok, terutama pada anak-anak. Hanya saja, sayangnya, kenaikan cukai ini tidak dibarengi dengan penyederhanaan golongan cukai sehingga industri masih sangat mungkin mengakali harga rokok bisa tetap murah di pasaran dan terjangkau anak-anak," ujar Abdillah dalam keterangan di Jakarta, Jumat.

Dalam rencana Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, disebutkan bahwa struktur cukai yang saat ini berjumlah 10 tingkatan (layer) akan disederhanakan bertahap hingga menjadi 3-5 layer pada 2024.

Menurut Abdillah, dengan jumlah layer yang banyak saat ini, pelaku industri rokok dapat memecah jumlah produksi menjadi lebih kecil agar dikenakan tarif cukai golongan bahwa sehingga harga produknya di pasaran menjadi lebih murah.

"Ini kenapa kita selalu menemukan produk-produk baru. Sebenarnya ini hanyalah cara industri besar memecah jumlah produksinya agar tarif cukainya kecil sehingga produknya murah dan banyak dibeli," ujar Abdillah.

Abdillah menuturkan apabila perusahaan langsung memproduksi dalam jumlah besar, produknya itu akan dikenakan tarif cukai tinggi dan harganya menjadi mahal.

Oleh karena itu, ia menilai sudah seharusnya pemerintah menjalankan penyederhanaan golongan cukai agar kenaikan tarif cukai benar-benar efektif untuk menekan prevalensi perokok, terutama perokok anak.

Kementerian Keuangan pada Kamis (10/12) kemarin mengumumkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau rata-rata sebesar 12,5 persen. Kenaikan itu untuk industri sigaret putih mesin (SPM) golongan I 18,4 persen, sigaret putih mesin golongan II A 16,5 persen, sigaret putih mesin IIB 18,1 persen, sigaret kretek mesin (SKM) golongan I 16,9 persen, sigaret kretek mesin II A 13,8 persen, dan sigaret kretek mesin II B 15,4 persen.

Sedangkan untuk industri sigaret kretek tangan (SKT), tarif cukainya tidak berubah alias tidak dinaikkan mengingat karakteristik industri tersebut yang memiliki tenaga kerja terbuka.

Baca juga: Pengusaha khawatirkan kenaikan tarif cukai picu gelombang PHK
Baca juga: APTI minta pemerintah tidak naikkan cukai hasil tembakau
Baca juga: Serikat pekerja tembakau berharap pemerintah batalkan kenaikan cukai

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020