"Negara-negara tersebut memerlukan pembiayaan agar dapat melakukan pengadaan vaksin, sekaligus perencanaan dan kemampuan teknis yang sesuai agar dapat menjalankan proses vaksinasi secara aman, adil, dan efisien," kata Presiden ADB Masatsugu Asakawa dalam pernyataan di Jakarta, Jumat.
Ia memastikan fasilitas ini akan membantu negara berkembang anggota ADB untuk vaksinasi warga sesegera mungkin agar pandemi dapat terkendali dan pemulihan ekonomi dapat berlangsung dengan cepat.
"APVAX akan berperan penting dalam membantu negara berkembang anggota ADB menghadapi beragam tantangan tersebut, mengatasi pandemi, dan berfokus pada pemulihan ekonomi," katanya.
Fasilitas APVAX memberikan kerangka menyeluruh dan plafon sumber daya guna mendukung akses vaksin bagi kawasan Asia dengan menggunakan dua komponen yang saling melengkapi yaitu respon cepat (rapid response component) dan investasi proyek (project investment component).
Komponen respons cepat akan memberikan dukungan tepat waktu bagi diagnostik vaksin, pengadaan vaksin, dan transportasi vaksin dari tempat pembelian menuju negara berkembang anggota ADB.
Sedangkan, komponen investasi proyek akan mendukung investasi dalam berbagai sistem demi keberhasilan distribusi, penyampaian, dan administrasi vaksin, bersamaan dengan investasi terkait untuk peningkatan kapasitas, penjangkauan ke masyarakat, dan pengawasan.
Baca juga: RI berharap pinjaman 1,5 miliar dolar dari ADB cair Mei dan Juni
Komponen itu juga dapat mencakup bidang-bidang seperti penyimpanan dan transportasi rantai dingin, kendaraan, sarana distribusi, fasilitas pemrosesan, dan investasi fisik lainnya serta dapat digunakan untuk mengembangkan atau memperluas kapasitas manufaktur vaksin di negara tersebut.
Pembiayaan ADB untuk vaksin akan diberikan dalam koordinasi erat dengan mitra pembangunan lainnya, termasuk Bank Dunia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), COVID-19 Vaccines Global Access Facility (COVAX), GAVI, serta berbagai mitra bilateral dan multilateral lainnya.
Vaksin yang dianggap layak untuk pembiayaan ini harus memenuhi salah satu dari tiga kriteria berikut, yaitu pengadaannya dilakukan melalui COVAX, memperoleh prakualifikasi dari WHO, atau memperoleh izin dari Otoritas Regulator yang ketat.
Kriteria akses tambahan antara lain adanya kajian kebutuhan vaksin, rencana alokasi vaksin oleh negara berkembang yang bersangkutan, dan mekanisme untuk koordinasi secara efektif di antara mitra pembangunan guna memastikan agar dukungan vaksin berdasarkan APVAX dapat dilaksanakan secara adil dan efektif.
Sebelumnya, ADB juga menyediakan fasilitas impor vaksin senilai 500 juta dolar AS guna mendukung upaya negara berkembang dalam memperoleh vaksin yang aman dan efektif, beserta berbagai barang penunjang distribusi dan inokulasi. Fasilitas ini adalah bagian dari Program Pembiayaan Perdagangan dan Pembiayaan Rantai Pasokan (Trade and Supply Chain Finance Program).
Baca juga: ADB proyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh 5,2 persen pada 2020
Jaminan AAA yang tersedia melalui fasilitas impor vaksin dari program tersebut akan memitigasi risiko pembayaran dan mempermudah impor barang. Jaminan ini menggunakan kriteria kelayakan yang sama untuk vaksin pada COVAX. Pembiayaan bersama dengan mitra sektor swasta dapat memperbesar fasilitas impor hingga mampu mendukung vaksin dan impor terkait senilai 1 miliar dolar AS dalam waktu setahun.
Pada April 2020, ADB juga telah menyetujui paket senilai 20 miliar dolar AS untuk membantu negara berkembang dalam mengatasi dampak pandemi dan merampingkan sejumlah prosedur agar bantuan dapat disampaikan dengan lebih cepat dan lebih fleksibel.
ADB juga memberikan komitmen sebesar 14,9 miliar dolar AS dalam bentuk pinjaman, hibah, dan bantuan teknis, termasuk dukungan anggaran dari Opsi Respons Pandemi COVID-19 (COVID-19 Pandemic Response Option atau CPRO) senilai 9,9 miliar dolar AS dan dukungan bagi sektor swasta.
Selain itu, pada November 2020, ADB mengumumkan tambahan bantuan teknis senilai 20,3 juta dolar AS guna membuat sistem yang memungkinkan distribusi vaksin secara efisien dan adil ke seluruh Asia dan Pasifik.
Saat ini, lebih dari 14,3 juta kasus positif telah teridentifikasi di kawasan Asia dan Pasifik, dan menyebabkan lebih dari 200.000 kematian. Seiring berlanjutnya pandemi, pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia yang sedang berkembang diproyeksikan terkontraksi 0,4 persen pada 2020 atau kontraksi Produk Domestik Bruto (PDB) regional yang pertama sejak awal 1960-an.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2020