KPK menduga Mensos menerima suap senilai Rp17 miliar dari 'fee' pengadaan bantuan sosial sembako untuk masyarakat terdampak COVID-19 di Jabodetabek.
Jakarta (ANTARA) - Sepanjang Januari sampai 10 Desember 2020 tercatat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan delapan kali operasi tangkap tangan (OTT) kasus korupsi yang melibatkan penyelenggara negara di pusat maupun daerah.
Sebagai perbandingan, pada tahun 2019 dilakukan OTT 21 kali, pada tahun 2018 dilakukan 30 OTT, 19 OTT pada tahun 2017, 2016 sebanyak 17 OTT, serta 5 OTT pada tahun 2015 dan 2014.
Perihal OTT memang menjadi sorotan bagi pimpinan KPK periode 2019—2023. Pada Semester I (Desember 2019—Juni 2020) tercatat Firli Bahuri cs "hanya" melakukan OTT sebanyak tiga kali.
Dua OTT dilakukan pada bulan Januari. Pertama, terkait dengan kasus suap pengadaan proyek infrastruktur di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur yang menjerat Bupati Sidoarjo Saiful Ilah.
Berikutnya, kasus suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019—2024 yang menjerat anggota KPU Wahyu Setiawan dan mantan caleg Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Harun Masiku yang sampai saat ini masih menjadi buronan.
Bahkan, terdapat satu kasus yang penyelidikannya dilimpahkan ke kepolisian, yakni kasus OTT UNJ (Universitas Negeri Jakarta) yang terjadi pada bulan Mei 2020.
Baca juga: Survei Trade Desk: audiens lebih memilih menonton video OTT
Indonesia Corruption Watch (ICW) sebelumnya pernah membandingkan jumlah OTT dari tahun ke tahun yang dilakukan KPK pada 6 bulan pertama sejak 2016.
Pada tahun 2016, 6 bulan pertama dari 1 Januari—15 Juni 2016 ada delapan tangkap tangan, tahun berikutnya (2017) ada lima tangkap tangan, kemudian pada tahun 2018 ada 13 yang merupakan paling tinggi, dan pada tahun 2019 ada tujuh.
KPK menjalankan kembali OTT pada tanggal 2 Juli 2020, kali ini dalam kasus suap terkait dengan pekerjaan infrastruktur di lingkungan Pemkab Kutai Timur, Kalimantan Timur pada tahun 2019kembali 2020 yang menjerat Bupati Kutai Timur Ismunandar dan juga istrinya Ketua DPRD Kutai Timur Encek Unguria.
Setelah itu, berbagai pemberitaan mengenai OTT tampak tidak terdengar lagi. Baru menjelang akhir tahun, KPK mulai "rajin" kembali dengan melakukan empat OTT dalam waktu yang berdekatan bahkan dua OTT akhirnya menjerat dua menteri sebagai tersangka.
Pertama, OTT terhadap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Kedua, OTT pejabat Kementerian Sosial (Kemensos) yang kemudian menjerat Menteri Sosial Juliari P. Batubara sebagai tersangka.
Dua OTT lainnya dilakukan terhadap dua kepala daerah, yakni Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna dan Bupati Banggai Laut Wenny Bukamo.
Atas minimnya OTT, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pun menyadari bahwa masyarakat melihat kualitas kinerja KPK hanya dari sisi penindakan dibandingkan pencegahan.
Selama ini masyarakat melihat kualitas kinerja KPK itu hanya dari sisi penindakan lebih khususnya dari sisi OTT.
"Itu harus kami sadari. Teman-teman wartawan lebih tertarik memberitakan kegiatan OTT dari pada kegiatan-kegiatan pencegahan yang sebetulnya kalau dari nilai potensi kerugian negara yang kami selamatkan jauh lebih besar ketimbang penindakan," kata Alex.
Namun, dia juga menegaskan bahwa kegiatan penindakan KPK tetap berjalan. Dia juga memastikan setiap pelaporan dari masyarakat terkait dengan adanya tindak pidana korupsi masih diterima sampai saat ini dan ditindaklanjuti.
Baca juga: KPK dalami tiga mobil yang diamankan saat OTT kasus suap Mensos
Berikut daftar 8 OTT yang dilakukan KPK.
1. OTT Bupati Sidoarjo
Saiful Ilah dan kawan-kawan ditangkap KPK pada tanggal 7 Januari 2020.
Dari hasil tangkap tangan tersebut, kemudian KPK menetapkan Saiful Ilah bersama lima orang lainnya sebagai tersangka, yaitu Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Sumber Daya Air (PUBMSDA) Kabupaten Sidoarjo Sunarti Setyaningsih, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUBMSDA Kabupaten Sidoarjo Judi Tetrahastoto, Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan Sanadjihitu Sangadji serta dua kontraktor pemberi suap masing-masing Ibnu Gofur dan Totok Sumedi.
Saiful Ilah bersama dengan sejumlah ASN di Pemkab Sidoarjo itu terbukti telah menerima suap dari Ibnu Gofur dan Totok Sumedi untuk memenangkan beberapa tender sejumlah proyek infrastruktur.
Uang tersebut adalah sebagai hadiah dari Ibnu Gofur dan Totok Sumedi atas pemenangan paket-paket pembangunan di Pemkab Sidoarjo pada tahun anggaran 2019.
Saiful Ilah menerima Rp600 juta, Sunarti menerima Rp225 juta, Judi menerima Rp460 juta, dan Sangadji menerima Rp300 juta.
Saiful Ilah pun telah divonis 3 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Baca juga: Bupati Sidoarjo nonaktif jalani sidang perdana korupsi
2. OTT anggota KPU
Wahyu Setiawan dan kawan-kawan terjaring OTT pada tanggal 8 Januari 2020.
KPK kemudian pada tanggal 9 Januari 2020 menetapkan Wahyu bersama tiga orang lainnya sebagai tersangka, yakni kader PDIP Agustiani Tio Fridelina, mantan caleg PDIP Harun Masiku, dan kader PDIP Saeful Bahri.
Pada tanggal 24 Agustus 2020, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis kepada Wahyu Setiawan selama 6 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan Wahyu terbukti bersalah dalam kasus dugaan perkara penerimaan suap Rp600 juta dari Harun Masiku dan Rp500 juta dari Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat Rosa Muhammad Thamrin Payapo.
Agustiani yang ikut menerima suap Rp600 juta dari Harun bersama-sama dengan Wahyu divonis 4 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan.
Tujuan penerimaan uang tersebut adalah agar Wahyu Setiawan dapat mengupayakan KPU menyetujui permohonan PAW anggota DPR RI PDIP dari Dapil Sumatera Selatan 1, yakni Riezky Aprilia kepada Harun.
Penerimaan pertama dilakukan pada tanggal 17 Desember 2019 sebesar 19.000 dolar Singapura (sekitar Rp200 juta) yang diserahkan oleh sopir Saeful Bahri, yaitu Moh Ilham Yulianto (atas perintah dari Saeful Bahri) dan diterima Agustiani Tio.
Saeful Bahri juga sudah divonis selama 1 tahun dan 8 bulan penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan.
Baca juga: KPK ajukan banding atas vonis mantan anggota KPU Wahyu Setiawan
3. OTT UNJ
KPK telah melakukan OTT di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada tanggal 20 Mei 2020. Dalam perkembangannya tidak ada yang ditetapkan sebagai tersangka.
OTT itu karena ada dugaan pemberian sejumlah uang tunjangan hari raya (THR) yang konstruksi kasusnya adalah diduga atas perintah Rektor UNJ Komarudin.
Tim KPK bersama dengan tim Itjen Kemendikbud menindaklanjuti informasi tersebut, kemudian diamankan Kabag Kepegawaian UNJ Dwi Achmad Noor beserta barang bukti berupa uang sebesar 1.200 dolar AS dan Rp27,5 juta.
Komarudin pada tanggal 13 Mei 2020 diduga telah meminta kepada Dekan Fakultas dan Lembaga di UNJ untuk mengumpulkan uang THR masing-masing Rp5 juta melalui Dwi Achmad Noor.
THR tersebut akan diserahkan kepada Direktur Sumber Daya Ditjen Dikti Kemendikbud dan beberapa staf SDM di Kemendikbud. Pada tanggal 19 Mei 2020 terkumpul uang sebesar Rp55 juta dari delapan fakultas, dua lembaga penelitian, dan pascasarjana.
Pada tanggal 20 Mei 2020, Dwi Achmad Noor membawa uang Rp37 juta ke Kantor Kemendikbud selanjutnya diserahkan kepada Karo SDM Kemendikbud sebesar Rp5 juta, Analis Kepegawaian Biro SDM Kemendikbud sebesar Rp2,5 juta, serta Parjono dan Tuti (staf SDM Kemendikbud) masing-masing Rp1 juta.
Setelah itu, Dwi Achmad Noor diamankan tim KPK dan Itjen Kemendikbud. Selanjutnya, KPK melakukan serangkaian permintaan keterangan, antara lain terhadap Komarudin, Dwi Achmad Noor, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Sofia Hartati, Analis Kepegawaian Biro SDM Kemendikbud Tatik Supartiah, Karo SDM Kemendikbud Diah Ismayanti, staf SDM Kemendikbud Dinar Suliya, dan staf SDM Kemendikbud Parjono.
Setelah permintaan keterangan, belum ditemukan unsur pelaku penyelenggara negara sehingga selanjutnya dengan mengingat kewenangan, tugas pokok dan fungsi KPK maka KPK melalui unit Koordinasi dan Supervisi Penindakan menyerahkan kasus tersebut kepada kepolisian untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan hukum.
Namun, belakangan kasus tersebut juga dihentikan penyelidikannya oleh kepolisian lantaran tidak terpenuhinya unsur tindak pidana korupsi.
Baca juga: KPK: Penghentian penyelidikan pungli di UNJ kewenangan Polri
4. OTT Bupati Kutai Timur
KPK melakukan OTT terhadap Ismunandar dan kawan-kawan pada tanggal 2 Juli 2020.
KPK pun menetapkan tujuh tersangka dalam kasus suap terkait dengan pekerjaan infrastruktur di lingkungan Pemkab Kutai Timur tersebut. Sebagai penerima, yakni Bupati Kutai Timur Ismunandar, Ketua DPRD Kutai Timur Encek Unguria yang juga istri Ismunandar, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kutai Timur Suriansyah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kutai Timur Aswandini, dan Kepala Badan Pendapatan Daerah Kutai Timur Musyaffa.
Sebagai pemberi, yaitu Aditya Maharani selaku kontraktor dan Deky Aryanto selaku rekanan.
Dalam tangkap tangan kasus tersebut, ditemukan uang tunai sebesar Rp170 juta, beberapa buku tabungan dengan total saldo Rp4,8 miliar, dan sertifikat deposito sebesar Rp1,2 miliar.
Penerimaan sejumlah uang tersebut diduga karena Ismunandar selaku bupati menjamin anggaran dari rekanan yang ditunjuk agar tidak mengalami pemotongan anggaran dan Encek selaku Ketua DPRD Kabupaten Kutai Timur melakukan intervensi dalam penunjukan pemenang terkait dengan pekerjaan di pemkab setempat.
Musyaffa selaku kepercayaan Bupati juga melakukan intervensi dalam menentukan pemenang pekerjaan di Dinas Pendidikan dan Pekerjaan Umum di Kutai Timur.
Sementara itu, Suriansyah selaku Kepala BPKAD mengatur dan menerima uang dari setiap rekanan yang melakukan pencairan termin sebesar 10 persen dari jumlah pencairan. Selanjutnya, Aswandini selaku kepala Dinas PU mengatur pembagian jatah proyek bagi rekanan yang akan menjadi pemenang.
Dalam konstruksi perkara juga disebutkan terdapat penerimaan uang THR dari Aditya masing-masing Rp100 juta untuk Ismunandar, Musyaffa, Suriansyah, dan Aswandini pada tanggal 19 Mei 2020 serta transfer ke rekening bank atas nama Aini senilai Rp125 juta untuk kepentingan kampanye Ismunandar pada Pilkada 2020.
Baca juga: Berkas perkara Bupati Kutai Timur nonaktif dilimpahkan ke pengadilan
5. OTT Edhy Prabowo
KPK menangkap Edhy pada tanggal 25 November 2020 saat tiba di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten usai kunjungan kerja dari Honolulu, Hawaii, AS. Selain Edhy, KPK juga menangkap 16 orang lainnya di beberapa lokasi, yaitu Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, Tangerang Selatan, Depok, dan Bekasi.
KPK lantas menetapkan Edhy bersama enam orang lainnya tersangka, yaitu Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM), swasta/Sekretaris Pribadi Menteri Kelautan dan Perikanan Amiril Mukminin (AM).
Selanjutnya, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih (AF), dan Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT).
KPK dalam perkara ini menetapkan Edhy sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.
Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.
Pada tanggal 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istrinya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.
Uang itu antara lain untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS pada tanggal 21—23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.
Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100.000 dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.
Baca juga: KPK konfirmasi 2 saksi aliran uang dalam kasus suap Edhy Prabowo
6. OTT Wali Kota Cimahi
KPK menangkap Ajay bersama 10 orang lainnya pada tanggal 27 November 2020 di Bandung dan Cimahi.
Selanjutnya, KPK pun menetapkan Ajay bersama Komisaris RSU Kasih Bunda Hutama Yonathan (HY) sebagai tersangka kasus suap terkait dengan perizinan Rumah Sakit Umum (RSU) Kasih Bunda Kota Cimahi.
Ajay diduga telah menerima Rp1,661 miliar dari kesepakatan awal Rp3,2 miliar terkait dengan perizinan RSU Kasih Bunda pada tahun anggaran 2018—2020.
Baca juga: KPK panggil sekretaris daerah Cimahi
7. OTT Bupati Banggai Laut
KPK pada tanggal 3 Desember 2020 menangkap Wenny bersama 15 orang lainnya di Banggai Laut dan Luwuk, Sulawesi Tengah.
Dari hasil tangkap tangan, KPK pun kemudian menetapkan Wenny bersama lima orang lainnya sebagai tersangka kasus suap terkait dengan pengadaan barang atau jasa di lingkungan Pemkab Banggai Laut pada tahun anggaran 2020.
Lima orang lainnya, yakni Recky Suhartono Godiman (RSG) yang merupakan Komisaris Utama PT Alfa Berdikari Group (ABG)/orang kepercayaan Wenny, Direktur PT Raja Muda Indonesia (RMI) Hengky Thiono (HTO), Komisaris PT Bangun Bangkep Persada (BBP) Hedy Thiono (HDO), Direktur PT Antarnusa Karyatama Mandiri (AKM) Djufri Katili (DK), dan Direktur PT Andronika Putra Delta (APD) Andreas Hongkiriwang (AHO).
Dari hasil tangkap tangan, ditemukan sejumlah uang rupiah dengan total sekitar Rp2 miliar yang dikemas dalam kardus. Di samping itu, ditemukan pula buku tabungan, bonggol cek, dan beberapa dokumen proyek.
Wenny diduga mengondisikan pelelangan di Kabupaten Banggai Laut dengan Kadis PU Pemkab Banggai Laut Basuki Mardiono (BM) dan Kepala Bidang Cipta Karya Pemkab Banggai Laut Ramli Hi Patta (RHP).
Bahkan, KPK mengindikasikan uang suap yang diterima Wenny untuk kepentingannya dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.
Baca juga: KPK menahan Bupati Banggai Laut di Rutan Polda Metro Jaya
8. OTT Pejabat Kemensos
KPK pada tanggal 5 Desember 2020 telah menangkap lima orang di beberapa tempat di Jakarta terkait dengan kasus korupsi berupa penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya di Kemensos terkait dengan bantuan sosial untuk wilayah Jabodetabek 2020.
KPK pun selanjutnya menetapkan Mensos Juliari bersama empat orang lainnya sebagai tersangka kasus tersebut, yaitu PPK di Kemensos Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) serta dari pihak swasta Ardian I M (AIM) dan Harry Sidabuke (HS).
KPK menduga Mensos menerima suap senilai Rp17 miliar dari fee pengadaan bantuan sosial sembako untuk masyarakat terdampak COVID-19 di Jabodetabek.
Walaupun KPK saat ini mengedepankan pencegahan korupsi, masyarakat masih menilai kinerja KPK dari sisi penindakan melalui OTT. OTT juga sejatinya menjadi pintu masuk untuk "membongkar" lebih luas kasus korupsi yang terjadi.
Tak jarang KPK juga menetapkan tersangka baru dalam pengembangan kasus, menetapkan tersangka terkait dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) atau bahkan menetapkan korporasi sebagai tersangka.
Baca juga: Mensos konfirmasi OTT KPK terhadap pejabat eselon III Kemensos
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020