Jakarta (ANTARA News) - Konferensi Cendekiawan Muslim Internasional (International Conference of Islamic Scholars/ICIS) menyatakan Israel harus diajukan ke Mahkamah Internasional karena menyerang kapal bantuan kemanusiaan "Mavi Marmara".
"Ini merupakan pelanggaran berat HAM yang harus diseret ke Mahkamah Internasional," kata Sekretaris Jenderal ICIS K.H. Hasyim Muzadi di Jakarta, Senin.
Menurutnya, tindakan Israel yang menghadang bantuan kemanusiaan ke Gaza yang saat ini sangat menderita merupakan perilaku di luar sifat manusia yang wajar.
"Apalagi sampai melakukan penyerangan yang mengakibatkan korban dari para relawan," kata Presiden Konferensi Dunia Agama-Agama untuk Perdamaian (World Conference on Relegions for Peace/WCRP) itu.
Dia mengatakan, Indonesia yang termasuk korban "terorisme Israel" harus berjuang menegakkan harga diri bangsa dengan membawa kasus itu ke Mahkamah Internasional.
"Khusus untuk pemerintah Indonesia agar ada ketegasan dalam masalah ini sebagaimana ketegasannya menghadapi teroris dalam negeri yang notabene rakyatnya sendiri," kata Hasyim.
Seandainya Mahkamah Internasional tidak berbuat apa-apa dengan peristiwa "terorisme Israel" itu, lanjut Hasyim, maka menjadi bukti otentik bahwa ada kebohongan global terhadap masalah hak asasi manusia (HAM).
Hasyim mengharapkan bangsa Palestina menjadikan penyerangan Israel itu sebagai peringatan bagi mereka untuk memperkuat persatuan.
"Bangsa Palestina, untuk kesekian kalinya, diingatkan Allah bahwa mereka harus bersatu. Tidak akan ada kemerdekaan tanpa persatuan karena yang ditakuti penjajah hanyalah persatuan," katanya.
Hasyim mengatakan bahwa ICIS telah dua kali mengingatkan hal ini, baik kepada Fatah maupun Hamas.
Sementara kepada negara-negara Islam di sekitar Palestina yang menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, ICIS mengingatkan perlunya kesadaran dan pemikiran ulang karena niat baik diplomatik selalu disalahgunakan Israel.
"Keputusan Mesir menutup terowongan Gaza ke Rafah merupakan bukti kehancuran rasa persatuan," kata Hasyim.(*)
S024/D007
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010