Semarang (ANTARA News) - Pakar pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Prof. Wuryadi, mengatakan, Pancasila dan nasionalisme adalah dua hal yang harus sejalan dan tidak boleh berdiri sendiri.
"Pancasila tidak dapat hidup dan diimplementasikan dalam kehidupan tanpa nasionalisme, sebaliknya nasionalisme bangsa Indonesia tidak mungkin terjadi tanpa landasan Pancasila," katanya di Semarang, Senin.
Hal tersebut diungkapkan oleh Wuryadi pada seminar "Pancasila dan Nasionalisme Indonesia di Tengah Pusaran Global" yang diselenggarakan Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Negeri Semarang (Unnes).
Pada kesempatan itu ia mengemukakan masih ada pihak yang memahami Pancasila secara berbeda terkait dengan pidato Soekarno (Bung Karno) pada 1 Juni 1945 dengan hasil rumusan Panitia Sembilan pada 18 Agustus 1945.
"Secara sekilas istilah dan rumusan Pancasila berdasarkan pidato Bung Karno dan rumusan Panitia Sembilan memang berbeda," kata Wuryadi yang juga Guru Besar Emeritus Fakultas Matematika dan IPA (MIPA) UNY itu.
Ia mengatakan, Soekarno pada pidato 1 Juni 1945 menyebutkan rumusan mengenai Pancasila yakni Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme/Perikemanusiaan, Mufakat/Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Rumusan Panitia Sembilan menyebutkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
"Hasil rumusan Panitia Sembilan itu sebenarnya tidak berbeda dengan pidato Bung Karno, karena dirumuskan berdasarkan pidato yang diucapkan 1 Juni 1945 itu. Apalagi Ketua Panitia Sembilan juga Bung Karno," katanya.
Ia mengaku pernah menemui perbedaan penafsiran terhadap Pancasila itu dari kalangan partai politik dalam sebuah diskusi sehingga perlu diluruskan agar tidak memberikan kerancuan bagi masyarakat terutama generasi muda.
Pada seminar tersebut juga hadir tenaga profesional berasal dari Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Marsma TNI (Purn) A. Gani Yusuf dan pakar pendidikan Universitas Negeri Semarang, Prof. A.T. Sugito.
Gani mengemukakan, saat ini masih banyak masyarakat yang mencoba mengutak-atik Pancasila dan UUD 1945 tanpa memikirkan akibat dari setiap perubahan terhadap penjabarannya.
"Hal itu diperparah dengan belum adanya kesamaan persepsi atau penafsiran yang jelas tentang pemahaman hakikat falsafaf Pancasila, sehingga Pancasila sering dikhawatirkan sama dengan agama," katanya.
Pancasila, katanya, bukan suatu agama tetapi suatu falsafah yang diyakini dan disepakati sebagai suatu kebenaran yang mengandung nilai-nilai luhur berdasarkan ajaran agama.(*)
(U.KR-ZLS/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010