Jakarta (ANTARA) - Aroma tanah yang basah oleh air hujan dan udara sejuk kian terasa selama musim penghujan tiba di Ibu Kota Jakarta, sejumlah ibu-ibu duduk santai di depan rumahnya dekat balai warga RW 01 Kampung Lobang, Kelurahan Pengadegan, Kota Jakarta Selatan, Kamis (3/12).

Jalan selemparan batu memisahkan rumah warga dan balai warga RW 01, Leny Ernawati (30) salah satu ibu muda di antara ibu-ibu yang tengah mengobrol dekat balai warga tersebut, membagikan pengalamannya tinggal di Kampung Lubang sejak 1996.

Walau tidak terlahir sebagai warga asli Kampung Lobang, tapi wanita berkulit putih itu sudah menetap sejak usianya sembilan tahun.

Semenjak tinggal di Kampung Lobang, Leny sudah merasakan berkali-kali dilanda banjir musiman atau banjir lima tahunan maupun banjir kiriman dari hulu Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Banjir yang melanda Kampung Lobang berasal dari luapan Sungai Ciliwung yang berjarak kurang lebih 100 meter dari kampung tersebut.

Karena letak geografis Kampung Lobang lebih rendah dari bantaran Sungai Ciliwung, ketika permukaan air meluap, maka air akan meluber dan masuk seperti lubang yang terisi air.

"Banjir pertama itu tahun 1996, tak lama setelah pindah ke Kampung Lobang ini udah merasakan banjir," kata Lenny.

Salah satu banjir terparah dirasakannya terjadi 1 Januari 2020, air setinggi tujuh meter merendam tempat tinggal warga hingga menyisakan atap.

Leny dan sejumlah warga Kampung Lobang mengungsi sampai satu minggu lamanya di tempat pengungsian yang tersebar pada sejumlah tempat salah satunya Rumah Susun Pengadegan dan GOR Pancoran.

Meski di bawah bayang-bayang banjir, Leny dan sejumlah ibu-ibu di sana menyatakan sudah "nyaman" tinggal di Kampung Lobang hingga tidak berniat untuk pindah ke tempat yang lebih baik.

Hampir setiap tahun harus menanggung jerih payah karena ditimpa banjir, tapi hitung-hitungan warga tetap bertahan karena kerugian yang dialami tidak lebih besar dari kenyamanan yang mereka dapatkan.

Posko Siaga Bencana, Kampung Lobang, Kelurahan Pengadegan, Kota Jakarta Selatan, Kamis (3/12/2020) (ANTARA/Laily Rahmawaty)

Strategi hadapi banjir

Berdasarkan catatan warga, banjir yang pernah melanda Kampung Lobang mulai dari 1996, lalu 2002, 2006, 2007, 2012, dan 2020. Banjir pada 2006 dan 2007 hanya luberan saja, tidak membuat warga mengungsi.

Hal lain yang dirasakan Leny dan warga lainnya, banjir memupuk kebersamaan, sama-sama merasakan penderitaan basah-basahan, peralatan elektronik rusak terendam banjir, dan warga terdampak merasakan tinggal di pengungsian, mencicipi makanan bantuan. Hal itu yang membuat warga betah menerima takdir hidup di Kampung Lobang.

Namun, Leny meyakinkan, bahwa dirinya bukanlah warga yang ketika mengungsi membawa serta peralatan rumah tangga seperti kulkas dan mesin cuci ke tempat pengungsian.

Leny membangun rumahnya menjadi dua lantai, setiap musim penghujan datang, ia beserta anggota keluarganya sudah bersiap-siap memindahkan barang-barang elektronik ke lantai dua rumahnya.

Kadang, kalau banjir karena luberan, Lenny cukup bertahap di lantai dua rumahnya. Tapi jika banjir setinggi atap rumah pada waktu Januari 2020, hingga menyentuh lantai dua rumahnya, Leny terpaksa mengungsi bersama kedua anaknya yang masih balita, ibu serta suami dan adiknya.

Rumah Leny tidaklah terlalu besar, hanya berukuran 50 meter per segi, di huni oleh enam jiwa, yakni Leni dan suaminya serta dua anaknya, ibunya, lalu dua saudara kandungnya.

Jarak antara rumah Leny dan warga lainnya hanya selebar jalan setapak yang bisa dilalui sebuah sepeda motor. Memiliki sistem drainase yang sempit dan rapat dengan pemukiman warga.

Rumah tersebut merupakan milik keluarga Leny, karena hampir 60 persen warga yang tinggal di Kampung Lobang RW 01 adalah pendatang dan penyewa. Leny salah satu dari 40 persen warga yang bukan pengontrak.

Bagi Leny, alasan bertahan karena tidak punya pilihan, kondisi perekonomian menjadi salah satu alasan sulitnya mencari tempat tinggal lebih baik dari Kampung Lobang.

Rata-rata warga setempat bekerja di sektor non formal, seperti Leny yang baru kehilangan pekerjaan sebagai penata rias karena pandemi COVID-19, dan kini beralih membuka usaha makanan dijual secara daring.

Serupa dengan Leny, Widodo (54) yang sudah 20 tahun lebih tinggal mengontrak di Kampung Lobang merasakan kenyamanan karena mudahnya akses untuk bekerja, berusaha dan transportasi di wilayah tersebut.

"Di sini (Kampung Lobang) itu aksesnya mau kemana-mana mudah, anak-anak sekolah juga gampang, saya sudah pernah coba pindah ke Depok, tapi saya sulit untuk membuka usaha, lagi-lagi saya ke Kampung Lubang," ujar Widodo yang bekerja sebagai buruh bangunan.

Wilayah banjir

Lokasi Kampung Lobang berada di Kelurahan Pengadegan, tak jauh dari Taman Makan Pahlawan Kalibata dan Kampus Trilogi Kalibata. Banyak terdapat perkantoran dan tempat usaha, jalur transportasi juga dekat, ada stasiun kereta api, serta halte busway.

Ketua RW 01 Kampung Lobang, Syaifullah mengatakan ada enam RT dari 12 RT yang ada di Kampung Lobang RW 01 rawan banjir, yakni RT 5,6,7,8,9,10 dan 11 dengan ketinggian banjir rata-rata antara lima hingga enam meter.

Jika Sungai Ciliwung meluap, artinya status Bendung Katulampa siaga satu banjir, maka warga Kampung Lobang sudah pasti siap-siap untuk tergenang, bila di wilayah tersebut juga dilanda hujan.

Tapi luapan Sungai Ciliwung tidak serta merta masuk ke Kampung Lobang, karena ada dua RT yakni RT 8 dan RT 9 yang berada di pinggiran bantaran kali menjadi lokasi pertama terdampak luapan Sungai Ciliwung.

Menurut Syaifullan, Kampung Lobang sudah memiliki rumah pompa yang berdiri sejak 2013, dilengkapi dua pompa air yang selalu siap dioperasikan ketika air mulai masuk ke pemukiman warga.

Kedua pompa tersebut memiliki kapasitas penyedotan air yang berbeda, satu pompa memiliki kemampuan sedot 250 liter per detik, dan satu pompa lainnya sekitar 500 liter per detik.

Bila dihitung volume genangan banjir di Kampung Lobang yang perlu disedot lebih dari 70 ribu meter kubik atau 70 juta liter, dengan target surut dalam enam jam, maka dibutuhkan pompa dengan kapasitas 3.250 liter per detik.

Saat ini, Kampung Lobang membutuhkan pompa dengan kapasitas sedot air sebesar 2.500 liter per detik, atau perlu penambahan lima unit pompa dengan kapasitas masing-masing 500 liter per detik.

"Penanganan banjir di wilayah Lobang ini harus berbeda dengan daerah-daerah lain, karena lumpurnya luar biasa. Kebiasaan kita ketika banjir, airnya harus disisain, tidak bisa disedot semua, gunanya untuk membersihkan lumpur," tutur Syaifullah.

Pernah saat banjir 2017, ketika air banjir habis tersedot oleh rumah pompa, warga dibantu anggota TNI kesulitan mengeruk lumpur setinggi tiga meter, membutuhkan waktu hingga satu bulan untuk membersihkan lumpur dari pemukiman warga.

Kini, warga punya teknik tersendiri menangani lumpur usai banjir, yakni dengan menyisakan air setinggi 30 cm, untuk selanjutnya lumpur dikeruk ke saluran air dan disedot oleh rumah pompa. Syarat agar banjir cepat tertangani dan lumpur cepat bersih adalah seluruh warga harus turun membersihkan lumpur supaya bisa disedot oleh rumah pompa.

Leny Ernawati, warga Kampung Lobang, Kelurahan Pengadegan, Kota Jakarta Selatan, memperlihatkan kondisi pemukiman warga yang sudah dilengkapi rambu-rambu kebencanaan, Kamis (3/12/2020) (ANTARA/Laily Rahmawaty)

Kampung Tangguh Bencana

Kampung Lobang, Kelurahan Pengadegan menjadi percontohan Kampung Tangguh Bencana yang ditunjuk oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta pada 3 Desember 2020 lalu. Warga dan aparat kelurahan diberikan pembekalan mitigasi serta penanggulangan bencana banjir terutama di masa pandemi COVID-19 dimulai dari siaga, tanggap, dan galang.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala BPBD DKI Jakarta Sabdo Kurnianto menyebutkan, pembentukan Kampung Siaga Bencana ini bertujuan agar warga lebih tanggap dan siaga saat terjadi bencana apapun.

Sedangkan Wali Kota Jakarta Selatan, Marullah Matali, berharap apa yang sudah diterapkan dan dijalankan oleh Kelurahan Pengadegan sebagai Kampung Tangguh Bencana bisa diadopsi oleh 64 kelurahan lainnya dalam menghadapi bencana khusunya wilayah yang rawan banjir.

Lurah Pengadegan, Azhari mengatakan ada dua tempat yang rawan banjir yakni enam RT di RW 01 dan satu RT di RW 02. Dengan jumlah warga yang terdampak bila berkaca pada pengalaman banjir Januari 2020, sebanyak 1.709 jiwa yang mengungsi.

Ia menyebutkan, langkah-langkah yang sudah disiapkan untuk menghadapi bencana banjir adalah mendirikan posko siaga di Kantor Kelurahan Pengadegan, posko ini diisi petugas piket melibatkan unsur masyarakat, pengurus RT, RW, Lembaga Musyawarah Kelurahan (LMK) untuk bersiaga di masa musim hujan.

Kemudian kelurahan melakukan kegiatan kerja bakti membersihkan lingkungan terutama saluran yang ada di Kampung Lobang, agar ketika penyedotan air tidak terhambat. Aparat kelurahan selalu mengingatkan kepada masyarakat untuk siap siaga saat hujan turun, lewat pengeras suara.

"Kita ada memiliki deteksi dini (early warning system), ketika mendapat informasi dari BPBD soal status permukaan air Sungai Ciliwung, EWS akan menyala, saya juga menginformasikan kepada warga melalui obrolan grup RW ketika ketinggian air siaga 1,2 dan 3," kata Azhari.

Pesan dari lurah akan dilanjutkan oleh RT dan RW kepada warga yang tergabung dalam pesan obrolan grup daerah rawan banjir. Kelurahan Pengadegan telah mempersiapkan posko-posko pengungsian apabila terjadi musibah banjir di antaranya GOR Kecamatan Pancoran, Rusunawan Pengadegan, SDN 03, Kantor Kecamatan Pancoran, Madrasah Hanafatul Hikmiah.

Kemudian ada juga untuk cadangan di exton house, total semua tempat pengungsian sudah disesuaikan dengan protokol COVID-19 dengan daya tampung kurang lebih 1.000 orang.

Selama musim penghujan ini Kelurahan Pengadegan menyiagakan 48 orang petugas piket di Posko Siaga Banjir yang terdiri dari petugas PPSU, anggota Satpol PP, FKDM, LMK, Babinsa serta Bhabinkamtibmas dan pengurus RW yang wajib piket setiap hari.

Kampung Lobang juga sudah dilengkapi dengan rambu-rambu kebencanaan seperti jalur evakuasi dan informasi ketinggian air untuk memudahkan warga bersiap-siap saat bencana datang.

Di antara segala kesiapasiagaan yang telah dimiliki oleh warga Kampung Lobang dan aparat Kelurahan Pengadegan, Leny dan warga Kampung Lobang lainnya berharap akhir tahun ini banjir tidak menyapa mereka.

"Sudah ada pandemi begini, semoga kali ini enggak ada banjir lagi," harap Leny.

Secercah harapan untuk warga Kampung Lobang setelah BPBD DKI dan Pemerintah Kota Jakarta Selatan menetapkan sebagai Kampung Tangguh Bencana agar masalah banjir tidak jadi tradisi, sehingga masyarakat semakin nyaman menetap tanpa ada "teror" akibat air sungai meluap di wilayah itu.

Baca juga: Rawan banjir Kelurahan Pengadegan dilengkapi rambu-rambu kebencanaan
Baca juga: Kelurahan Pengadegan Jakarta Selatan jadi Kampung Siaga Bencana
Baca juga: Air berangsur surut, 23 warga Pengadegan masih bertahan di pengungsian

Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2020