Jakarta (ANTARA News) - Organisasi buruh migran Indonesia di Hongkong, yang bernama IMWU atau Indonesian Migrant Workers United menolak pelarangan kontrak mandiri yang diterapkan Konsulat Indonesia sejak Januari 2010.
Ketua IMWU Sringatin, dalam siara pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Senin, menilai kebijakan pelarangan tersebut melanggar UU No 39/2004 tentang Perlindungan TKI yang mengizinkan buruh migran untuk memperpanjang kontrak dengan satu majikan secara mandiri.
IMWU menilai argumen bahwa buruh migran sebenarnya akan lebih terlindungi jika kontrak diproses lewat agensi adalah tidak benar karena pelanggaran justru marak terjadi ketika buruh migran dipaksa masuk lewat agensi.
Sringatin memaparkan, setiap buruh migran Indonesia pendatang baru telah dikenakan biaya penempatan minimal 21.000 dolar Hong Kong dan ketika memproses kontrak baru harus membayar biaya lagi antara 1.500 - 15.000 dolar Hong Kong kepada agensi.
Ia juga menuturkan buruh migran Indonesia di Hong Kong telah melakukan dua kali aksi protes di depan konsulat yaitu pada tanggal 1 dan 16 Mei.
"Kami sudah dibuat tidak berdaya dengan peraturan pemerintah yang mengharuskan kami diproses PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia) dan agensi," katanya.
Menurut dia, kini satu-satunya kesempatan untuk bisa bebas dari eksploitasi agensi dengan memproses perpanjangan kontrak sendiri dengan majikan yang sama juga "dirampas".
Sringatin menegaskan, bila Konsulat sungguh-sungguh ingin melindungi buruh migran maka seharusnya menghapus larangan perpanjangan kontrak mandiri dan memberlakukan kontrak mandiri bagi seluruh buruh migran Indonesia.
(M040/B010)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010
Namun, Pasal 59 UU 39/2004 yang mengharuskan PLRT pulang terlebih dahulu ke Indonesia sejatinya melanggar HAM seperti diatur Pasal 27 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Lebih parah sang komentator mengatakan bahwa “IMWU tidak teliti bahwa Pasal 61 UU 39/2004 mengharuskan PLRT pulang terlebih dahulu ke Indonesia”.