Mamuju (ANTARA News) - Sejumlah nelayan yang menangkap ikan menggunakan bom ikan marak di Kecamatan Tapalang Barat sekitar 30 kilometer dari Kota Mamuju, Sulawesi Barat meresahkan warga nelayan lainnya di Tapalang Barat.

Salah seorang Nelayan di Kecamatan Tapalang Barat, Rusdi, di Mamuju, Minggu, mengatakan, keberadaan nelayan yang menangkap ikan dengan cara menggunakan bom marak terjadi di Kecamatan Tapalang Barat cukup meresahkan sejumlah nelayan ikan.

Menurut dia, nelayan pembom tersebut telah merusak dan menghabisi populasi ikan serta biota laut di perairan Sulawesi, khususnya di wilayah Tapalang Barat.

Ia juga mengatakan, warga lainnya yang berprofesi sebagai nelayan di Tapalang Barat juga merasa dirugikan dengan aksi nelayan yang menggunakan bom ikan tersebut, karena warga tidak bisa menangkap ikan secara normal karena semua ikan mati di Bom nelayan yang menggunakan bom ikan tersebut.

Menurut dia, nelayan yang tidak menggunakan bom ikan harus memancing di laut lepas yang jaraknya sangat jauh dari daratan karena ikan yang dekat dengan daratan telah habis dibom.

Senada dikatakan Isram nelayan lainnya, nelayan pemancing telah memperingatkan sejumlah nelayan yang menggunakan bom ikan tersebut, untuk menghentikan aksinya, karena selain merusak lingkungan juga merugikan nelayan lain, namun tidak pernah diindahkan.

Ia menduga, para nelayan tidak berhenti melakukan aksinya meski dilarang warga karena diduga ada aparat penegak hukum yang membackingi aksi nelayan pembom ikan tersebut.

"Nelayan bom ikan tidak pernah mau berhenti kalau dilarang warga karena diduga ada aparat yang membackingi mereka," beber Rusdi.

Oleh karena itu, ia meminta agar pihak berwajib seperti kepolisian dapat menghentikan aksi nelayan yang membom ikan tersebut, karena sangat merugikan warga nelayan lainnya serta merusak lingkungan.

"Kalau aksi bom ikan yang melanggar aturan perikanan ini dibiarkan terus pihak berwajib, maka akan semakin banyak dampak kerusakan yang akan ditimbulkan akan semakin banyak," katanya.
(T.KR-MFH/F003/P003)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010