Rasanya mustahil mengaku memiliki kemampuan literasi, jika tidak bisa memahami yang tersirat dari tersirat dan tidak mungkin pengetahuan tanpa membaca
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) M.Y. Esti Wijayanti mengatakan peningkatan minat baca atau indeks literasi harus menjadi skala prioritas tidak hanya di pusat tetapi juga di daerah.
“Kita mengakui bahwa tingkat literasi kita masih rendah. Literasi itu bukan hanya kemampuan membaca tetapi kemampuan kita dalam mengolah pengetahuan menjadi bentuk kegiatan yang mampu meningkatkan perekonomian sehingga masyarakat sejahtera,” ujarnya dalam diskusi bersama dengan Perpusnas di Jakarta, Kamis.
Ia menambahkan jika pemerintah ingin mewujudkan sumber daya manusia unggul dan generasi maju maka salah satu yang harus dibenahi adalah minat baca bagi kelompok masyarakat secara keseluruhan.
“Masalahnya kita belum satu pemahaman mengenai minat baca ini. Dalam hal ini indeks literasi harus menjadi skala prioritas bagi seluruh pemangku kepentingan,” kata dia.
Indeks literasi memegang peranan kunci karena literasi yang memadai merupakan prasyarat untuk wujudkan SDM unggul.
Masyarakat, kata dia, baik di perkotaan dan pedesaan paham mengenai literasi.
Baca juga: Penguatan minat baca masyarakat harus dimulai dari desa
Dia menyayangkan bahwa minat baca masyarakat rata-rata terhenti begitu lulus SMA. Jika pun minat baca yang meningkat bukan minat baca membaca buku tetapi minat baca dalam mengakses media sosial.
“Untuk menyadarkan bahwa membaca itu penting, harus didukung dengan anggaran yang memadai. Pemerintah daerah hendaknya menempatkan pejabat yang benar-benar mumpuni sebagai kepala perpustakaan daerah dan bukan hanya tempat penampungan pejabat yang tidak mendaptakan jabatan,” kata dia.
Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando mengatakan jika bicara mengenai literasi tentu berbeda dengan kebutuhan saat Indonesia baru merdeka yang mana 99 persen penduduknya buta aksara.
Saat ini, literasi bukan hanya kemampuan membaca tetapi kemampuan memahami yang tersurat dan juga tersirat, serta membantu keluar dari persoalan.
“Rasanya mustahil mengaku memiliki kemampuan literasi, jika tidak bisa memahami yang tersirat dari tersirat dan tidak mungkin pengetahuan tanpa membaca,” katanya.
Saat ini, Perpusnas melakukan perubahan paradigma mengenai peran perpustakaan. Perpustakaan bukan hanya tempat tumpukan buku-buku dan berkumpulnya ilmu pengetahuan, melainkan harus bisa mentransformasikan pengetahuan yang ada.
“Secara khusus yang harus dibangun adalah tujuan utama yakni mencerdaskan dan menyejahterakan anak bangsa. Tujuan kita sama dan bisa dipahami bersama bagaimana mengantarkan masyarakat ke kesejahteraan,” kata Syarif.
Baca juga: Kemendikbud terus tingkatkan ketersediaan bahan bacaan bagi siswa
Baca juga: Legislator dorong kementerian berkolaborasi tingkatkan literasi
Baca juga: Perpusnas sebut permohonan ISBN selama pandemi COVID-19 naik
Pewarta: Indriani
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020