Seorang warga Pulau Sembilan, Riadi, Jumat menuturkan, baru saja ia tiba di Kotabaru dengan menggunakan kapal nelayan yang kebetulan melintas di wilayah Pulau Sembilan.
"Sejak KM Kana tenggelam, belum ada lagi kapal angkutan umum yang membuka pelayaran Pulau Sembilan-Kotabaru," katanya.
Biasanya, lanjut dia, akibat tidak tersedianya angkutan umum tersebut, masyarakat akan kesulitan mendapatkan sembilan bahan pokok dan barang-barang yang lain.
"Hal itu menyebabkan harga sembako melonjak," ujarnya.
Ia meminta pemerintah segera mengganti kapal baru dan yang lebih layak dibandingkan dengan sebelumnya.
"Kasihan masyarakat, tidak memiliki uang untuk mencalter speedboat atau kapal yang biayanya hingga Rp3 juta untuk satu kali jalan," tandasnya.
Staf SMPN Pulau Sembilan, Usman, menambahkan, bukan hanya aktifitas masyarakat yang terganggu, dengan tidak beroperasinya kapal perintis tersebut juga mengganggu distribusi sembako ke daerah itu.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perhubungan Kotabaru, Murdianto, MSi, mengatakan, akan mendesak Kantor Adminitrasi Pelabuhan Kotabaru dan agen/`owner` perusahaan pemilik KM Kana yang telah tenggelam.
"Kami meminta perusahaan tersebut segera mengganti kapal yang baru dan lebih baik dari sebelumnya," tegasnya.
Murdianto juga akan meninjau kembali proses lelang kapal pengadaan transportasi kapal perintis.
Sementara itu, lelang yang dilaksanakan awal 2010 tersebut diikuti empat perusahaan pelayaran, dua perusahaan gugur dan dua lainnya tetap maju, yakni, PT. Fajar Lines menawarkan harga Rp3,894 miliar, dan PT. Sinar Bahtera Maju menawarkan Rp3,891 miliar.
Panitia lelang akhirnya menetapkan PT. Sinar Bahtera Maju yang memiliki beberapa kalap diantaranya, KM Kana itu sebagai pemenang tender.
"Kami akan memeriksa bagaimanasih proses lelang, dan melihat bentuk kerjasamanya apakah per item ataukan `lumsum`," ujar Murianto.
Jika kontrak kerjasamanya per item, maka tidak ada yang dirugikan, karena perusahaan akan dibayar sesuai dengan aktifitasnya.
Namun apabila kerjasamanya dalam bentuk lumsum, maka perlu ditinjau kembali, terutama untuk hari-hari yang tidak ada pelayaran.
Sebelumnya, Sejumlah warga Pulau Sembilan menuturkan, KM Kana yang membawa penumpang dari Pulau Matasirih menuju Pulau Marabatuan itu mangalami kerusakan mesin di perairan Pulau Batu.
Akibatnya kapal perintis yang membuka rute pelayaran Kotabaru, Kalsel dan Majene, Sulawesi Selatan itu terpaksa lego jangkar.
Karena mesin yang diperbaiki tidak juga baik, kapal tersebut akhirnya ditarik dengan lima unit kapal nelayan menuju Pulau Marabatuan.
Sekitar 20 menit lagi sampai di Marabatuan, kapal Kana diterjang gelombang tinggi dan menabrak batu karang yang mengakibatkan bagian badan kapal bocor yang akhirnya tenggelam.
Tidak ada korban jiwa dalam musibah tersebut, 15 orang anak buah kapal (ABK) dan tiga orang penumpangnya selamat dievakuasi oleh kapal nelayan ke Marabatuan.
Sementara itu, Pulau Sembilan yang terdiri dari 10 pulau itu memiliki beberapa pulau yang dihuni masyarakat, diantaranya, Pulau Matasirih ada dua desa, Labuan Barat dan Teluk Sungai.
Salah satu RT di Desa Labuan Barat warganya menghuni Pulau Kalambau, (sekitar delapan jam dari Pulau Marabatuan ibukota kecamatan) atau sekitar 4-5 jam dari desa induk di Pulau Matasirih.
Sedangkan di Pulau Maradapan terdapat satu desa, Desa Maradapan.
Pulau Marabatuan terdapat dua desa, Desa Tengah yang merupakan ibukota kecamatan dan Desa Tanjung Nyiur.
Desa Labuan Barat menurut warga setempat rawan penyakit malaria karena desanya dibalik gunung. Baru sekitar pukul 10.00-11.00 Wita desa tersebut mendapatkan sinar matahari.
(ANT/S026)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010