Indonesia berada di peringkat enam dari delapan negara ASEAN dilihat dari Network Readiness Index 2019

Jakarta (ANTARA) - Kebijakan pemerintah dinilai perlu fokus untuk memperluas akses pasar digital guna memperbaiki kesenjangan digitalisasi antarwilayah serta bermanfaat bagi pelaku UMKM, khususnya usaha mikro di berbagai daerah.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Siti Alifah Dina di Jakarta, Rabu, mengatakan pemerintah harus serius membenahi permasalahan yang menghambat perkembangan ekonomi digital, khususnya pelaku usaha mikro yang masih dihadapkan pada kesenjangan digital dan hambatan berusaha.

"Mengatasi kesenjangan digital akan berkontribusi salah satunya pada perluasan akses pasar bagi pengusaha mikro di 30 persen kabupaten/kota yang berada pada wilayah blankspot atau tidak ada sinyal atau sinyal maksimal yang dapat diterima hanya 2G, menurut data dari Himbara per Februari 2020," ucapnya.

Baca juga: Kemenkominfo: Lebih dari 3 juta UMKM telah berpindah ke ruang digital

Ia mengemukakan, meski pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 73 persen pada November 2020, menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), kesenjangan terhadap akses internet masih cukup signifikan.

Indonesia, lanjutnya, berada di peringkat enam dari delapan negara ASEAN dilihat dari Network Readiness Index 2019, diungguli oleh Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, bahkan Filipina.

Dina berpendapat bahwa Kementerian Keuangan dapat mempertimbangkan opsi realokasi porsi fiskal tertentu yang permintaannya berkurang selama pandemi, untuk subsidi pemenuhan akses internet melalui kerja sama dengan sektor privat, misalnya saja subsidi bahan bakar minyak karena selama pandemi banyak yang bekerja di rumah.

Selanjutnya, untuk mendukung kemudahan berusaha, menurut dia, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dapat mempertimbangkan untuk mengevaluasi dan menunda penerapan izin berjualan daring.

"Berkaca dari laporan IFC terhadap kendala perizinan untuk perdagangan konvensional atau offline, sebanyak 33 persen pelaku usaha mikro dan kecil menganggap bahwa proses perizinan terlalu rumit. Sedangkan, 27 persen pelaku usaha mikro dan kecil menyebut bahwa mereka tidak melihat adanya manfaat dari perizinan.

Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR RI Toriq Hidayat mengapresiasi berbagai langkah yang telah dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dalam mendukung peningkatan dan kemajuan ekonomi digital di Indonesia.

"Apresiasi buat Kemkominfo yang memberikan akses mentoring dan networking kepada pegiat startup digital nasional melalui program Startup Studio Indonesia. Upaya ini diharapkan dapat mendorong kemajuan ekonomi digital di Indonesia," katanya.

Toriq mengingatkan bahwa terkait perkembangan ekonomi digital, setidaknya Indonesia membutuhkan 600 ribu SDM atau talenta digital setiap tahunnya.

Selain itu, ujar dia, isu ketersediaan akses pendanaan juga menjadi kunci bagi perkembangan industri startup digital di Indonesia.

"Karenanya, melalui program itu, diharapkan para peserta pegiat startup digital akan mendapatkan pendanaan yang memadai, selain memperoleh sesi bimbingan dan konsultasi langsung dari pakar industri digital sekaligus," papar Toriq.

Ia berpendapat bahwa konsep startup adalah sebuah perusahaan yang baru saja dibangun atau dalam masa rintisan, yang pada umumnya mulai berjalan selama lima tahun.

Pada era digitalisasi seperti sekarang ini, lanjutnya, istilah startup lebih dikategorikan untuk perusahaan yang menerapkan inovasi di bidang teknologi dan menjadi solusi dari sebuah masalah di masyarakat.

"Di Indonesia sekarang ini, sudah terdapat bisnis startup unicorn di antaranya Gojek, Tokopedia, Traveloka, Bukalapak, dan OVO. Unicorn adalah perusahaan startup yang mempunyai nilai pasar sebesar 1 miliar dolar AS (sekitar Rp14 trilliun)," ungkap Toriq.

Baca juga: Teten terapkan tiga hal dorong UMKM "go digital"
Baca juga: Indef: Digitalisasi kunci pengembangan UMKM, sediakan internet murah

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020