Seoul (ANTARA News/AFP) - Perdana Menteri China, Wen Jiabao akan mendapat tekanan untuk menghukum negara sekutunya, Korea Utara, berkaitan dengan tenggelamnya kapal perang Korea Selatan pada saat melakukan kunjungan ke Seoul, Jumat malam, untuk pembicaraan tingkat tinggi.
Ketegangan kawasan meningkat tajam sejak Korea Selatan secara resmi mempersalahkan tetangganya itu atas bencana 26 Maret lalu dan mengumumkan balasan, yang memicu ancaman serangan dari Korea Utara.
Korea Selatan, dengan dukungan Jepang dan Amerika Serikat, mendesakkan sanksi-sanksi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) terhadap Korea Utara. Namun langkah itu harus mendapat dukungan China, sebagai salah satu dari lima negara anggota tetap DK PBB yang memiliki hak veto.
Beijing sejauh ini telah memutuskan menolak untuk berpihak meski kecaman Pyongyang mengalir dari sejumlah negara berkaitan dengan serangan torpedo, yang menewaskan 46 pelaut muda Korea Selatan.
Jepang Jumat memutuskan akan memperketat sanksi-sanksi keuangan terhadap Korea Utara, memperpanjang peraturan larangan pengiriman uang kepada negara komunis garis keras tersebut.
Perdana Menteri Yukio Hatoyama dan Presiden AS Barack Obama sebelumnya telah melakukan pembicaraan melalui telepon mengenai kasus Korea Utara.
"Perdana menteri dan Presiden Obama sepakat, bahwa Korea Utara melakukan kesalahan yang tak bisa dimaafkan, dan bahwa Jepang dan AS akan bekerja sama mengenai masalah itu," kata kepala juru bicara pemerintah Hirofumi Hirano.
Di Seoul, Presiden Lee Myung-Bak pada pertemuan Jumat petang dengan Wen "akan menjelaskan sikap kami mengenai karamnya kapal itu dan meminta kerja sama China," kata wanita juru bicara Lee.
Menteri luar negeri AS, Hillary Clinton, dalam dua hari pembicaraan di Beijing pekan ini, mendesak China bergabung dalam gerakan pengecaman namun juga tampil untuk tidak menerima bentuk komitmen.
Meskipun demikian, seorang diplomat AS yang mendampinginya mengatakan, Beijing akan sangat berhati-hati akan bergerak kepada posisi Seoul, dan kunjungan Wen akan menandai awal dari perubahan itu.
Korea Utara membantah bahwa pihaknya terlibat dalam tenggelamnya dan ledakan kapal tersebut, yang dianggapnya sebagai "kampanye mencoreng muka" oleh Seoul.
Pyongyang mengatakan, pihaknya memutus semua hubungan dan menghapus perjanjian-perjanjian yang bertujuan untuk mencegah berkobarnya pertikaian di sepanjang perbatasan mereka yang disengketakan, dan akan menyerang kapal-kapal penyusup.
Korea Utara juga mengancam akan menutup kawasan industri bersama di Kaesong, satu-satunya proyek rekonsiliasi yang masih beroperasi.
Para komandan militer terkemuka Seoul Sabtu akan bertemu untuk membahas tindakan balasan terhadap agresi lintas-batas itu, termasuk suatu gerakan untuk menyandera warga sipil Korea Selatan di Kaesong, kata kementerian pertahanan.
Sekitar 42.000 tentara Korea Utara dan 800 sampai 1.000 manajer Korea Selatan kini bekerja di 110 perusahaan Korea Selatan, di kawasan industri tak jauh dari utara perbatasan itu.
Kementerian unifikasi Korea Selatan mengatakan, jumlah warga Korea Selatan di Kaesong kini tinggal 50-60 persen. (AK/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010