Makassar (ANTARA) - Genderang pesta demokrasi di Indonesia kini ditabuh, pertanda pertarungan politik dari para kontestan pun dimulai.
Sebanyak 270 daerah akan melaksanakannya dengan rincian 9 provinsi, 37 kota, dan 224 kabupaten. Provinsi Sulawesi Selatan termasuk diantaranya dengan 12 kabupaten/kota yang melaksanakan Pilkada serentak pada 9 Desember 2020.
Tahapan-tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara bertahap telah dilalui, mulai dari debat publik yang sempat diwarnai aksi penikaman salah seorang tim sukses dari Pasangan Calon nomor urut 2 Pilwali Kota Makassar – Munafri Afiruddin – Rahman Bando--, juga aksi demonstrasi dari warga Kabupaten Barru, menyusul debat publiknya hanya diikuti satu Paslon dari tiga Paslon terdaftar di KPU Barru.
Didasari dari dua kasus tersebut, wajar jika dua daerah itu menjadi perhatian khusus dari pihak pengamanan. Terbukti, Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan telah memetakan bahwa dua dari 12 daerah yang melaksanakan pilkada di Sulsel masuk dalam kategori rawan berdasarkan indeks kerawanan tertinggi.
Khusus di Kota Makassar yang pilkadanya diikuti empat paslon, mendapat tim pengamanan kurang lebih enam Satuan Setingkat Kompi (SSK) dan Kabupaten Barru dua SSK.
Bahkan tak tanggung-tanggung Kapolda Sulsel Irjen Pol Merdisyam mendatangkan tambahan pasukan Brimob 2 SSK dari Provinsi NTB dan Gorontalo untuk membantu pengamanan Pilwali Kota Makassar.
PIlwali Kota Makassar sendiri, terdapat empat pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Makassar yakni nomor urut 1 hingga 4 Ramdhan Pomanto - Fatmawati, Munafri Arifuddin - Rahman Bando, Syamsu Rizal MI - Andi Fadly Ananda dan nomor urut 4 Irman Yasin Limpo – Andi Zunnun NH yang telah dinyatakan lolos verifikasi oleh KPU Makassar yang diketuai Faridl Wajdi.
Ramdhan Pomanto adalah calon petahana yang pada periode lalu menjabat sebagai wali kota Makassar, sedang Syamsu Rizal MI selaku petahana wakil wali kota berpasangan dengan Ramdhan yang akrab disapa Dhani. Namun pada Pilkada 2020 ini keduanya memilih untuk berpisah dan mencalonkan diri masing-masing sebagai calon wali kota Makassar.
Berbeda dengan cerita Munafri Arifuddin yang disapa Appi, untuk kedua kalinya mencoba mengadu peruntungan untuk duduk sebagai wali kota, setelah pada pilkada sebelumnya harus mengaku kalah melawan kotak kosong pada 2015.
Sedang calon lainnya nomor urut 4, Irman Yasin Limpo – Andi Zunnun memiliki dua politisi berpengaruh di belakangnya yakni Syahrul Yasin Limpo yakni kini menjabat sebagai Menteri Pertanian dan Plt Menteri Kelautan, serta nama tokoh Golkar yang juga mantan Ketua Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Nurdin Halid.
Terlepas dari latar belakang masing-masing Paslon, di daerah lain terdapat dua kabupaten yang hanya memiliki satu Paslon yanki Kabupaten Gowa dengan majunya kembali petahana Adnan Purichita – Abdul Rauf harus berbesar hati melawan massa politik “Kotak Kosong”. Begitu pula Paslon petahana di Kabupaten Soppeng Kaswad Razak yang menggandeng mantan Kadis Kelautan dan Perikakan Sulsel Lutfi Halide.
Mampukah kedua Paslon tersebut memenangi pertarung politik itu pada 9 Desember 2020? Ataukah mengulang sejarah yang sama dengan Munafri Arifuddin pada Pilwali Makassar 2015 yang harus mengakui keunggulaan lawan siluman yang bernama kotak kosong? Hanya waktulah yang akan menjawabnya kelak.
Baca juga: KPU lansir 10 lembaga survei penghitungan cepat Pilkada Makassar
Partisipasi Politik
Kesuksesan pesta demokrasi dapat dilihat dari partisipasi politik masyarakat, bahkan pepatah bijak menyebutkan ‘Suara Rakyat, Suara Tuhan’. Karena itu, demikian pentingnya arti sebuah suara, karena dapat mewarnai perwujudan demokrasi di lapangan.
Kondisi itu itulah kemudian memicu praktik jual beli suara atau yang popular dengan “money politics” atau politik uang. Termasuk istilah “Serangan Fajar” menjelang hari H Pilkada serentak 2020 yang ramai diperbincangkan mulai dari warung-warung kopi hingga kelas gendongan.
Khusus Pilkada tahun ini, pelaksanaan demokrasi menjalani ujian berat dikaitkan tingkat partisipasi masyarakat dalam menyalurkan hak politiknya.
Pasalnya, kini dalam kondisi pandemi COVID-19 dengan kondisi yang serba terbatas dan mengharuskan penerapan protokol kesehatan saat ke TPS.
Semua itu, menjadi buah kebijakan pemerintah untuk melindungi warga negaranya dari penyebaran COVID-19 yang trennya makin meningkat. Kekhawatiran tertular, sehingga memilih berdiam diri di rumah untuk menghindari kerumunan, dapat menjadi faktor penghambat animo partisipasi politik.
Apalagi KPU melansir bahwa dari total pemilih secara nasional sebanyak 50.194.726 pemilih di 270 daerah yang menyelenggarakan pilkada serentak, tercatat 50,2 persen diantaranya adalah pemilih perempuan. Artinya suara perempuan sangat berharga, karena akan menjadi warna demokrasi bangsa.
Menurut Koordinator Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK) Sulsel, Husaema Husain, data tersebut menunjukkan bahwa perempuan menjadi kunci penting arah politik, demokrasi dan pemerintahan Indonesia ke depan.
Berkaitan dengan hal tersebut, Husaemah menyerukan agar perempuan tidak takut membuat pilihan yang benar yang memiliki komitmen akan memajukan 270 daerah di Indonesia dan memastikan keberagaman adalah kekayaan Indonesia tetap menjadi identitas bangsa.
Selain itu, juga bersedia membuka peluang dan kebebasan bagi perempuan, anak, difabel, kelompok-kelompok marjinal dan lainnya di daerah untuk berpartisipasi dan meraih prestasi dalam politik, demokrasi, ekonomi, pemerintahan dan pembangunan di semua sektor.
Bukan menjadi kelompok marjinal yang hanya dibutuhkan dan dicari pada saat akan pilkada untuk meraup suara tertinggi dari paslon.
Karena itu, patut mewaspadai praktik politik uang yang bisa saja terjadi sampai sesaat sebelum masuk ke bilik suara.
Praktik politik uang ini menjadikan politik berbiaya tinggi yang akan menghasilkan pemimpin daerah yang selalu berpikir untuk mengembalikan modalnya dan tidak akan memikirkan kepentingan rakyat.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka penting menjadi pemilih yang cerdas yang telah ditempa dengan pendidikan politik yang mampu mencermati rekam jejak Paslon yang akan dipilihnya.
Paslon yang jelas visi, misi dan program kerjanya serta terus membuka peluang perempuan untuk terlibat mewujudkan Indonesia yang adil dan sejahtera.
Semoga pada 9 Desember 2020 menjadi momentum pesta demokrasi yang dimeriahkan dengan para pemilih-pemilih cerdas yang tidak mudah diiming-imingi dengan politik uang, tetapi memilih dengan hati, sehingga kelak akan menjadikan suara rakyat adalah suara Tuhan yang melahirkan pemimpin yang bijak dan mampu mengemban amanah rakyat.
Baca juga: KPU Makassar gunakan anggaran COVID-19 senilai Rp23 M untuk pilkada
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020