Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi masih menelusuri unsur kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi penyelamatan Bank Century. "Masih ditelusuri dari aliran dananya," kata Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Rianto, melalui pesan singkat di Jakarta, Rabu.

Bibit menjelaskan, selain menelusuri aliran dana, pendalaman tentang unsur kerugian negara juga dilakukan melalui perhitungan oleh sejumlah ahli.

Para ahli itu akan menilai apakah dana aliran dana kepada Bank Century dalam bentuk Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan Penyertaan Modal Sementara (PMS) bisa dikatakan sebagai kerugian negara atau tidak.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK M. Jasin menegaskan bahwa KPK untuk sementara memfokuskan pada pencarian indikasi tindak pidana korupsi dalam kasus itu.

"Kita mencari dulu indikasi pidana korupsinya setelah ketemu baru menghitung kerugian negaranya," kata Jasin dalam pesan singkat.

Hingga saat ini, belum ada laporan perinci dari tim penyelidik kepada pimpinan KPK tentang kerugian negara dalam kasus itu.

"Sementara belum ada laporan dari penyelidik," kata Wakil Ketua KPK Haryono menambahkan.

Berdasar informasi, sampai pukul 19.00 WIB, pimpinan KPK dan tim penyelidik masih melakukan gelar perkara Bank Century.

Kasus Bank Century mencuat setelah publik mengetahui pengucuran dana Bank Indonesia (BI) dalam bentuk Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century.

Pengucuran FPJP berawal ketika Bank Century mengajukan permohonan repo aset kepada BI pada Oktober 2008 sebesar Rp1 triliun karena mengalami kesulitan likuiditas. Namun, menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), BI memproses permohonan itu sebagai permohonan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP).

Pada saat permohonan itu diajukan, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) Bank Century adalah 2,35 persen. Padahal, peraturan BI nomor 10/26/PBI/2008 menyatakan sebuah bank harus memiliki CAR minimal delapan persen untuk mengajukan permohonan pendanaan.

Pada 14 November 2008, BI mengubah PBI tersebut sehingga bank yang memiliki CAR positif bisa mengajukan permohonan. Padahal menurut BPK, saat itu hanya Bank Century yang rasio kecukupan modalnya di bawah 8 persen.

Namun demikian, BI tetap mencairkan FPJP kepada Bank Century secara bertahap sejak 14-18 November 2008 hingga mencapai Rp689 miliar.

Pada bulan yang sama, Bank Century juga menerima kucuran dana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hingga mencapai Rp6,7 triliun.

Pengucuran dana LPS itu bermula pada 20 November 2008, ketika BI melalui Rapat Dewan Gubernur menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Keputusan itu kemudian disampaikan kepada Menteri Keuangan selaku Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melalui surat rahasia nomor 10/232/GBI/Rahasia tanggal 20 November 2008.

Kemudian KSSK mengadakan rapat pada 21 November 2008 dini hari. Rapat dimulai pukul 00.11 WIB dan dilanjutkan dengan rapat tertutup pada pukul 04.00 WIB sampai 06.00 WIB.

Berdasar audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), rapat tertutup itu dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai Ketua KSSK, Raden Pardede selaku Sekretaris KSSK, dan dan Gubernur BI Boediono sebagai anggota KSSK.

Rapat itu kemudian ditindaklanjuti dengan rapat Komite Koordinasi yang dihadiri oleh Ketua KSSK, Gubernur BI, dan Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Peserta rapat sepakat menyatakan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan menyetujui aliran dana penanganan Bank Century melalui LPS.

Badan Pemeriksa Keuangan berkesimpulan BI tidak memberikan data mutakhir mengenai kondisi Bank Century sehingga terjadi peningkatan biaya penanganan Bank Century dari semula sebesar Rp632 miliar menjadi Rp6,7 triliun.(*)
(F008/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010