Bila betul senjata-senjata yang ditunjukkan Kapolda Metro Jaya Irjen M Fadil Imran dan Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurrachman adalah senjata milik anggota FPI, maka pembelaan Polri atas jiwa anggotanya yang terancam bisa diterima

Jakarta (ANTARA) - Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati berpendapat Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab seharusnya kooperatif memenuhi panggilan Polri dalam pemeriksaan dugaan pelanggaran protokol kesehatan COVID-19.

"Kita harus melihat yang terjadi saat ini adalah suatu kondisi sebab akibat. Dari awal jika MRS tidak biarkan pengikutnya lakukan kerumunan di tengah situasi pandemik COVID-19, maka tidak akan ada reaksi dari aparat baik Polri maupun TNI," kata Susaningtyas di Jakarta, Selasa.

Susaningtyas mengatakan hal itu menanggapi peristiwa penghadangan anggota Laskar FPI terhadap aparat kepolisian yang berujung pada tewasnya 6 anggota pengawal Rizieq pada di Jalan Tol Jakarta-Cikampek Km 50, Senin (7/12) dini hari.

Namun demikian, dirinya menyarankan agar aparat kepolisian melakukan evaluasi pemakaian senjata api oleh anggotanya.

Baca juga: Ansor: Usut tuntas kepemilikan senjata api aktivis ormas

Baca juga: Muhammadiyah: Kasus kematian anggota FPI harus jadi koreksi total

"Bila betul senjata-senjata yang ditunjukkan Kapolda Metro Jaya Irjen M Fadil Imran dan Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurrachman adalah senjata milik anggota FPI, maka pembelaan Polri atas jiwa anggotanya yang terancam bisa diterima," tutur Susaningtyas.

Dia pun menyetujui dibentuknya tim independen untuk mengusut kasus tersebut, namun tim ini harus objektif yang diisi oleh para ahli hukum.

"Saya tidak sepakat kalau tim independen terdiri dari orang-orang parpol karena pendapatnya sedikit banyak bersifat politis. Saya rasa anggota tim terdiri pihak independen objektif contohnya seperti para ahli hukum," ucap Nuning menjelaskan.

Selain itu, komunikasi politik dalam menyelesaikan masalah ini juga harus baik sehingga tidak ada kesalahpahaman karena tidak semua publik paham hukum

Wanita yang biasa disapa Nuning ini mengatakan, TNI dan Polri pun harus memiliki pembacaan dalam konteks intelijen bahwa yang terjadi ini siapa tahu merupakan sebuah "tes ombak" (test the water) untuk suatu aksi perlawanan yang lebih besar serta membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.

"Oleh karenanya, penanganan terhadap organisasi yang memiliki mashab intoleran dan radikal harus tegas. Jangan tanggung dan sedapat mungkin terukur. Negara tidak boleh kalah dengan premanisme," ujarnya menegaskan.

Dalam kesempatan itu, Nuning pun meminta pimpinan TNI dan Polri untuk membersihkan prajurit-nya dari ideologi menyimpang yang berpihak terhadap intoleransi/radikalisme.

Baca juga: LPSK siap lindungi saksi dan korban bentrok polisi dan FPI

Baca juga: Anggota DPR minta masyarakat jangan terprovokasi dugaan penembakan FPI

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020