Mosul, Irak (ANTARA News/AFP) - Seorang anggota parlemen dari blok sekular Iraqiya kubu mantan Perdana Menteri Iyad Allawi dibunuh Senin di kota bergolak Mosul, Irak utara, kata seorang dokter di rumah sakit utama kota itu kepada AFP.
"Orang-orang bersenjata mempersiapkan serangan terhadap anggota parlemen Bashar Hamid Agaidi di luar rumahnya di daerah Amil dan melepaskan tembakan ketika ia pulang," kata seorang polisi, dengan menambahkan bahwa wakil rakyat itu dibawa ke rumah sakit dalam "kondisi serius".
Dokter Fares al-Obeidi mengkonfirmasi bahwa Agaidi (32) tewas akibat luka-lukanya. Menurut Obeidi, anggota parlemen itu terkena tembakan di kepala dan dada.
Juru bicara pemerintah Ali al-Dabbagh mengutuk pembunuhan itu dan mengatakan di televisi satelit al-Arabiya, "Ini adalah tindakan kriminal terhadap simbol penting yang baru saja terpilih."
Kematian Agaidi itu merupakan pembunuhan pertama anggota parlemen sejak pemilihan umum parlemen pada 7 Maret dimana blok Iraqiya Allawi memperoleh 91 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat yang beranggotakan 325 orang.
Aliansi Hukum kubu Perdana Menteri Nuri al-Maliki berada di urutan kedua dengan 89 kursi.
Mosul, 350 kilometer sebelah utara Baghdad, adalah ibukota provinsi Nineveh -- salah satu daerah yang dilanda kekerasan paling parah.
Pembunuhan itu merupakan rangkaian terakhir dari serangan yang menandai peningkatan kekerasan di Irak.
Jumat (21/5), serangan bom mobil di sebuah pasar di kota Khales, Irak tengah, menewaskan sedikitnya 23 orang dan mencederai 55 lain.
Serangan Jumat itu merupakan yang paling mematikan di Irak sejak 14 Mei ketika pemboman menewaskan 25 orang dan melukai 120 lain pada saat pertandingan sepak bola sedang berlangsung di Irak utara.
Serangan-serangan bom itu terjadi sekitar pukul 18.00 waktu setempat (pukul 22.00 WIB) selama paruh kedua pertandingan antara dua tim lokal di sebuah lapangan tanpa pengaman di kota berpenduduk mayoritas Syiah, Tal Afar, 380 kilometer sebelah utara Baghdad.
Serangan-serangan itu merupakan yang paling mematikan di Tal Afar sejak 9 Juli ketika dua serangan bunuh diri yang ditujukan pada rumah seorang sersan polisi dan saudaranya menewaskan 35 orang dan melukai 61 lain.
Pemboman itu juga terjadi ketika komisi pemilu Irak mengumumkan bahwa penghitungan ulang suara di Baghdad telah selesai dan tidak ditemukan kecurangan dalam pemilihan umum Maret.
Senin (10/5), lebih dari 100 orang tewas dalam ledakan-ledakan bom mobil di sebuah pabrik, yang disusul dengan serangan bom bunuh diri terhadap pekerja penanganan darurat, dan ledakan-ledakan terkoordinasi yang ditujukan pada pasukan keamanan.
Kekerasan di Irak mencapai puncaknya antara 2005 dan 2007, kemudian menurun tajam, dan serangan-serangan terakhir itu menandai terjadinya peningkatan.
Hampir 400 orang tewas dan lebih dari 1.000 lain cedera tahun lalu dalam serangan-serangan bom terkoordinasi di sejumlah gedung pemerintah, termasuk kementerian-kementerian keuangan, luar negeri dan kehakiman pada Agustus, Oktober dan Desember.
Pemilihan umum pada 7 Maret tidak menghasilkan pemenang yang jelas dan bisa memperdalam perpecahan sektarian di Irak, yang menimbulkan kekhawatiran mengenai peningkatan kekerasan ketika para politikus berusaha berebut posisi dalam pemerintah koalisi yang baru.
Seorang jendral senior AS dalam wawancara dengan AFP beberapa waktu lalu memperingatkan, gerilyawan mungkin akan melancarkan serangan-serangan yang lebih mengejutkan seperti pemboman dahsyat di Baghdad pada 25 Oktober, menjelang pemilihan umum Maret.
Mayor Jendral John D. Johnson mengatakan bahwa meski situasi keamanan akan stabil pada pertengahan tahun ini, kekerasan bermotif politis yang bertujuan mempengaruhi bentuk pemerintah mendatang merupakan hal yang perlu dikhawatirkan.
Dua serangan bom bunuh diri menewaskan 153 orang di Baghdad pusat pada 25 Oktober.
Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda.
Pemboman di Baghdad dan di dekat kota bergolak Mosul tampaknya bertujuan mengobarkan lagi kekerasan sektarian mematikan antara orang-orang Sunni dan Syiah yang membawa Irak ke ambang perang saudara.
Meski ada penurunan tingkat kekerasan secara keseluruhan, serangan-serangan terhadap pasukan keamanan dan warga sipil hingga kini masih terjadi di Kirkuk, Mosul dan Baghdad.
Banyak orang Irak juga khawatir serangan-serangan terhadap orang Syiah akan menyulut lagi kekerasan sektarian mematikan antara Sunni dan Syiah yang baru mereda dalam 18 bulan ini. Puluhan ribu orang tewas dalam kekerasan sejak invasi pimpinan AS ke Irak pada 2003. (M014/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010