Menteri Pertahanan Korea Selatan (Korsel) Kim Tae Young mengatakan siaran-siaran itu, yang dihentikan sejak tahun 2004, akan dimulai kembali untuk menanggapi tindakan Korut yang menenggelamkan sebuah kapal perang Korsel Maret lalu.
Ini adalah bagian dari satu paket tindakan yang diumumkan Seoul setelah satu penyelidikan resmi menyimpulkan pekan lalu Korut menenggelamkan kapal tersebut dengan menembakkan sebuah torpedo pada 26 Maret.
Korut membantah terlibat dalam tenggelamnya kapal yang menewaskan 46 pelaut dan mengancam akan melancarkan "perang habis-habisan" untuk menanggapi setiap tindakan menghukum.
Militer Korut dalam sebuah pernyataan mengatakan slogan-slogan propaganda itu sudah muncul di dalam perbatasan Korsel, dan militer Seoul sedang bergerak memasang pengeras-pengeras suara.
Dalam sebuah pernyataan di kantor berita resmi Pyongyang (KCNA), militer Korut menyebut tindakan-tindakan itu satu "provokasi militer yag serius".
"Jika (Korsel) memasang alat-alat baru untuk perang urat syaraf seperti pengeras suara dan penyebaran slogan-slogan untuk perang urat syaraf, mengabaikan tuntutan kami, kami akan secara langsung mengarahkan ke alat-alat itu dan menembak untuk menghancurkannya," kata pernyataan itu.
Kedua negara enam tahun lalu sepakat untuk menghentikan propaganda lintas perbatasan, walaupun Korut sering mengecam keras tindakan kelompok-kelompok swasta Seoul yang melancarkan penyebaran selebaran anti Pyongyang di perbatasan yang dijaga ketat itu.
Kementerian pertahanan Seoul mengatakan pihaknya tidak dapat mengkonfirmasikan apakah slogan-slogan itu telah dipasang, tetapi militer telah memulai kembali siaran-siaran propaganda di radio FM.
"Persiapan-persiapan juga sedang dilakukan untuk memasang pengeras-pengeras suara," kata seorang juru bicara.
Surat kabar Rodong Sinmun milik partai komunis yang memerintah Korut, Senin memberitakan pemerintah Korsel membuat rekayasa pernyataan yang tidak terbukti soal serangan torpedo itu untuk mengalihkan perhatian dari ketidak populerannya di dalam negeri.(H-RN/B002)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010