"Warga pada umumnya mengaku antusias mengikut (pilkada). Kalau berdasarkan pengalaman kami, pengakuan itu biasanya jauh lebih tinggi dibanding kenyataannya," ujar Denny dalam rilis survei nasional SMRC secara daring di Jakarta, Minggu.
Survei tersebut didapatkan melalui wawancara telepon terhadap partisipan yang diambil secara acak (random sampling) hingga total berjumlah 1.201 responden dari 270 daerah (wilayah provinsi, kabupaten dan kota) yang menggelar pilkada dengan margin of error kurang lebih 2,9 persen.
Baca juga: SMRC sebut mayoritas publik tak mau tunda Pilkada 2020
Baca juga: Khawatir klaster Covid-19, Survei: publik tolak pelaksanaan pilkada
Baca juga: Khawatir klaster baru, survei: Publik minta Pilkada ditunda
Denny menambahkan, 64 persen warga menginginkan pilkada tetap dilaksanakan pada 9 Desember 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat, agar kepala daerah yang mempunyai mandat dari rakyat dapat segera ditetapkan.
"Mayoritas warga pada 18-21 November 2021 yaitu 64 persen itu menyatakan pemilihan lebih sesuai dengan apabila pilkada tetap dilangsungkan. Sementara yang menyatakan sebaiknya ditunda itu hanya 28 persen," ujar Denny.
Jika partisipan yang ingin menunda pilkada ditanya alasannya, 38 persen dari mereka menyatakan khawatir tertular atau menularkan virus corona (COVID-19).
Sisanya, menyatakan pilkada serentak tidak penting dan tidak ada calon yang meyakinkan.
Namun, semakin mendekati 9 Desember 2020, menurut survei SMRC, dukungan terhadap pelaksanaan pilkada disertai protokol kesehatan yang ketat itu jumlahnya semakin meningkat.
"Dukungan paling tinggi berasal dari warga yang berusia di atas 40 tahun sebesar 69 persen dan paling rendah pada warga usia 21 tahun ke bawah 56 persen," ujar Denny.
Selain itu, dukungan untuk memilih saat Pilkada 2020 paling tinggi diberikan oleh warga Sumatera sebanyak 79 persen.
"Dan paling rendah pada warga di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta yakni sebanyak 42 persen," katanya.
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020