Jakarta (ANTARA) - Deputi Dukungan Bisnis Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Murdo Guntoro mengemukakan perlu ada lembaga khusus dalam mengelola konsesi sumber daya migas nasional.
Murdo Guntoro dalam Webinar "Mencari Bentuk Ideal Lembaga Pengganti SKK Migas" yang diselenggarakan atas kerja sama FH UII dengan Pusat Studi Hukum Energi (Pushenergi), Sabtu, mengemukakan setiap model pengelolaan lembaga dalam mengelola sumber daya migas memiliki masalah sendiri, sehingga pemerintah perlu mempertimbangkan dengan matang dalam membentuk lembaga khusus atau diberikan kewenangannya pada BUMN
"Kami mengharapkan pemerintah mempertimbangkan sendiri-sendiri dengan mengukur kemampuan negara dalam pengelolaan sumber daya migas apabila negara memiliki kemampuan untuk mengelola sumber daya migas konsensi bisa diberikan oleh BUMN," kata Murdo.
Menurut dia, jika pemerintah belum bisa mengelola sumber daya alam migas maka bisa membentuk lembaga khusus yang mana ada kepastian hukum terkait pengelolaan migas tersebut.
Ia mengingatkan bahwa mengelola industri migas tidaklah mudah karena banyaknya tantangan pada sektor hulu yang mana masih perlu diperbaiki dalam menggenjot hasil migas.
"Ini memiliki tantangan tidak mudah karena cenderung produksi migas menurun tapi permintaan menjngkat. Hal ini lah peranan lembaga mengelola migas bisa menyelesaikan hambatan pada industri migas," papar Murdo.
Ia mengutarakan harapannya agar ada kepastian dasar hukum bagi SKK Migas lewat rencana revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas).
Pasalnya, SKK Migas yang dibentuk sebagai pengganti BP Migas yang dibubarkan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2012 silam kini hanya mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres). Ketentuan itu termuat dalam Perpres Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Pembicara lainnya, pengamat ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi, mengatakan bahwa SKK Migas hanya bisa dibubarkan melalui perubahan atau revisi UU Nomor 22 Tahun 2011 tentang Migas. Menurutnya, saat ini yang terpenting adalah mengubah SKK Migas menjadi BUMN Khusus di sektor hulu migas.
Fahmy bilang, selama ini kewenangan SKK Migas sangat besar dan memicu moral hazard, salah satunya mengenai pengembalian "cost recovery".
Fahmy pun mendorong agar SKK Migas bisa menjadi BUMN Khusus karena ada sejumlah urgensi mengenai hal tersebut, seperti revisi UU Migas sudah menggantung di DPR RI selama tujuh tahun, serta UU Cipta Kerja tidak mengatur penggantian SKK Migas menjadi BUMN Khusus.
Menurut dia, kekosongan perundangan tersebut menyebabkan ketidakpastian bagi investor dan peran SKK Migas tidak optimal. "Dengan BUMN Khusus, SKK Migas akan lebih lincah, karena dia bisnis yang mengelola keuangan. Kalau sekarang ini semua cashflow ke Kemenkeu, dana yang digunakan juga dana APBN, harus mengajukan seperti kementerian lain, ini jadinya birokrasi, bukan bisnis," jelasnya.
Sementara itu, mantan Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini juga mengusulkan adanya perubahan SKK Migas menjadi BUMN Khusus melalui revisi UU Migas.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2020