Pemerintah minoritas yang sama sekali tidak memiliki legitimasi dari masyarakat ini telah menyalahgunakan fungsi BUMN (GLC) untuk mendapatkan dukungan

Kuala Lumpur (ANTARA) - Pemimpin oposisi Malaysia Datuk Seri Anwar Ibrahim mengatakan Fitch Ratings telah menurunkan peringkat penerbit mata uang asing jangka panjang Malaysia (IDR) menjadi 'BBB +' dari 'A-' untuk pertama kalinya sejak krisis keuangan 20 tahun lalu.

"Tanggapan Menteri Keuangan terkait review peringkat IDR sangat mengkhawatirkan. Ia gagal menjawab pertanyaan dan kekhawatiran yang dilaporkan oleh Fitch yaitu stabilitas politik dan pemerintahan," katanya dalam sebuah pernyataan di Kuala Lumpur, Sabtu.

Langkah Sheraton pada Februari, ujar Presiden PKR tersebut, tidak hanya menimbulkan gejolak politik, tetapi juga merupakan awal dari upaya menapak pijakan reformasi kelembagaan yang selama ini dimotori oleh pemerintah Pakatan Harapan.

"Pemerintah minoritas yang sama sekali tidak memiliki legitimasi dari masyarakat ini telah menyalahgunakan fungsi BUMN (GLC) untuk mendapatkan dukungan," katanya.

Dia mengatakan epidemi COVID-19 telah menunjukkan Malaysia sebagai bagian dari masyarakat global yang saling berhubungan dan berhubungan, termasuk dalam urusan kesehatan masyarakat dan perdagangan.

"Tidak mau kalah adalah aspek keamanan modal, manajemen tata kelola yang jelas dan tegas, dan bagaimana seharusnya Malaysia dijadikan tujuan investasi terbaik yang pada akhirnya akan membuka jalan keluar dari epidemi ini," katanya.

Dia mengatakan membandingkan Malaysia dengan negara-negara yang kinerjanya jauh lebih rendah dari negara kita tidaklah akurat dan membingungkan.

"Kita harus melihat Malaysia saat ini dengan masa lalu dimana negara tercinta ini menjadi salah satu kekuatan ekonomi regional. Tidak ada perubahan nyata, dan negara-negara kawasan seperti Indonesia, Singapura dan Vietnam sudah mulai merangkul realitas digital dunia saat ini," katanya.

Sementara itu lembaga riset IDEAS menyampaikan kekhawatiran Fitch atas pemerintahan dan ketidakpastian politik di Malaysia menyusul penurunan peringkat Malaysia menjadi "BBB +" dari "A-" pada 4 Desember 2020.

"Kami percaya bahwa pemerintah Malaysia harus menanggapi ini dengan sangat serius dan segera menangani reformasi struktural yang dapat meningkatkan standar tata kelola, termasuk melalui transparansi yang lebih baik, pengendalian korupsi, dan standar data terbuka," ujar CEO IDEAS, Tricia Yeoh.

Penurunan peringkat, ujar dia, berarti akan semakin mahal bagi Malaysia untuk meminjam, yang pada gilirannya berdampak pada fiskal, dan pemerintah perlu mengomunikasikan rencananya untuk merasionalisasi pengeluaran publik dan mereformasi sistem perpajakan dalam ekonomi pasca pandemi.

"Saya menghargai bahwa pemerintah telah menanggapi pandemi COVID-19 dengan anggaran yang ekspansif dan oleh karena itu konsolidasi fiskal keuangan publik kita mungkin tidak dapat segera diatasi," katanya.

Dia mengatakan memberikan bantuan kepada kelompok-kelompok yang terkena dampak adalah yang paling penting saat ini, tetapi sekarang ada urgensi yang berkembang untuk mengabaikan langkah-langkah penghentian sementara ini dan lebih menekankan pada menemukan sumber-sumber baru untuk pertumbuhan.


Baca juga: Partai Bersatu kesal Menteri Besar Perak digulingkan

Baca juga: Saham Malaysia balik melemah, indeks KLCI tergerus 0,39 persen

Pewarta: Agus Setiawan
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2020