Jakarta (ANTARA News) - Plasma nutfah talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) perlu dikembangkan menjadi pangan alternatif nasional selain beras, untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional, kata pakar Botani LIPI Dr. Made Sri Prana.
"Talas merupakan plasma nutfah yang penting karena merupakan salah satu jenis ubi-ubian asli Indonesia dan sudah teruji serta terbukti beradaptasi dengan baik," kata Made saat dikukuhkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menjadi Profesor Riset di Jakarta, Jumat sore.
Talas, lanjut dia, merupakan penghasil karbohidrat yang cukup tinggi di mana kandungan karbohidratnya mecapai 13-29 persen. Bahkan produksi talas dalam kalori per hektare per hari (46x1 juta kalori per ha per hari) relatif lebih tinggi daripada padi (33x1 juta kalori per ha per hari).
Sedangkan kandungan nutrisi lainnya seperti protein dan vitamin juga tidak kalah dibanding ubi dan singkong, katanya sambil menambahkan bahwa banyak dari varietas talas mengandung asam oksalat yang tinggi dan membuat gatal namun sudah ada teknologi yang bisa menurunkan kadarnya.
Selain itu butiran talas sangat kecil dan membuat pati talas mudah dicerna dan cocok untuk mereka yang terganggu pencernaannya.
"Talas juga mudah sekali ditanam dan dipanen, jauh lebih mudah daripada padi, bahkan hasil penelitian di Malang menunjukkan potensi produksi talas juga tinggi, sampai 10,03 ton per ha, sementara di Papua New Guinea sampai 17,8 ton per ha," katanya.
Keanekaragaman genetik atau plasma nutfah talas di Indonesia, ujarnya, juga luar biasa banyaknya sehingga prospek pengembangannya ke depan akan sangat terbuka peluang, bahkan sebagai komoditas ekspor.
Dari kegiatan eksplorasi LIPI ke Lampung, Jawa, Bali, dan Sulsel, ujarnya, telah dibawa pulang 713 nomor contoh Talas, di mana hasil studi biokimianya variasi genetiknya luar biasa, dan tidak kurang dari 180 morfotipe berhasil diidentifikasi, padahal cakupan daerah eksplorasi baru 30 persen.
LIPI telah menyeleksi 20 kultivar lokal yang dianggap potensial dimana talas kaliurang dinilai paling unggul dibanding 19 kultivar lainnya, karena selain produktivitasnya tinggi, bisa ditanam di dataran rendah maupun tinggi, tahan hama dan penyakit, juga rasanya enak.
Secara garis besar, urainya, talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) yang berasal dari suku talas-talasan (Araceae) terbagi dalam dua varietas yaitu, talas jepang (C. esculenta var antiquorum) yang dominan di kawasan subtropik dan talas biasa (C. esculenta var esculenta) yang umum dibudidayakan di kawasan tropis.
"Khusus varietas talas biasa dunia mengakui Asia Tenggara dan Pasifik yang beriklim basah sebagai daerah asalnya dan Indonesia merupakan yang terpenting," katanya.
Sayangnya, talas semakin tersingkir sebagai konsekuensi dari penerapan teknologi pertanian modern yang karakteristiknya monokultur dan homogen secara genetik, sertamembuat heterogenitas tanaman lambat laun terkikis habis.(*)
(T.D009/A025/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010