"Terlihat bahwa latar belakang profesi calon kepala daerah pada setiap periode didominasi pengusaha atau swasta lainnya," kata Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Jumat.
Pilkada 2020 oleh 665 calon kepala daerah dari pengusaha atau swasta lainnya, 555 calon kepala daerah dari birokrat serta 256 calon dari anggota legislatif.
Menurut Pahala, dominasi calon kepala daerah dari pengusaha atau profesi swasta lainnya juga tidak terlepas dari kemampuan finansialnya yang lebih baik dibandingkan dengan calon dengan latar belakang legislatif maupun birokrasi.
"calon kepala daerah petahana sekarang menyebut dirinya sebagai birokrat padahal 5 tahun lalu saat masuk kepala daerah, dia aslinya pengusaha dan tetap melanjutkan usahanya karena tidak ada aturan yang menyatakan ketika menjadi kepala daerah harus mundur sebagai pengusaha, jadi pengusaha ini terus mendominasi," tambah Pahala.
Sehingga pada 2020 juga terjadi kenaikan keikutsertaan calon kepala daerah dengan latar belakang birokrat.
Baca juga: KPK: Cakada perempuan lebih kaya dibanding laki-laki
"Pengusaha sekarang juga lebih sederhana, kalau saya ke daerah bertemu dengan asosiasi usaha mereka menyampaikan 'Dari pada jadi donatur, saya maju saja jadi pengusaha Pak karena kalau kabupaten kan biayanya cuma Rp20-30 miliar itu saya juga punya uang segitu', itu kenapa tren pengusaha berlanjut karena akumulasi dari Pilkada 2015," ungkap Pahala.
Pahala mengungkapkan KPK pernah menemukan kasus ketika pengusaha yang memenangkan pilkada maka usahanya diambil alih oleh keluarga atau orang-orang terdekat sang kepala daerah.
"Jadi kalau 'bidding' pengadaan di kabupaten orang agak segan karena punya pak bupati misalnya. Selama regulasi benturan kepentingan tidak ada maka di lapangan pengusaha lain akan sunkan terhadap perusahaan milik si kepala daerah," tambah Pahala.
Kasus lain yang ditemukan KPK adalah pasangan kepala daerah dan wakilnya sama-sama pengusaha akan lambat menyesuaikan diri dengan aturan birokrasi.
calon kepala daerah dengan latar belakang pengusaha/swasta lain memiliki rata-rata harta kekayaan Rp13,3 miliar sedangkan calon dengan latar belakang birokrat mencatatkan rata-rata harta kekayaan sebesar Rp8,7 miliar.
Selanjutnya calon dengan latar belakang anggota legislatif memiliki harta rata-rata Rp8,1 miliar.
Baca juga: Kesiapan pendanaan calon kepala daerah senior lebih baik
Bila dilihat lebih spesifik terkait kepemilikan harta kas/setara kas pada periode pencalonan, rata-rata calon kepala daerah dengan latar belakang pengusaha/swasta mencatatkan kepemilikan harta kas sebesar Rp1,8 miliar atau 50 persen lebih tinggi dibandingkan calon birokrat yang mencatatkan kepemilikan harta kas sebesar Rp1,2 miliar.
Sementara calon kepala daerah dengan latar belakang anggota legislatif hanya mencatatkan kepemilikan harta kas sebesar Rp488 Juta.
Data lain yang ditunjukkan KPK adalah calon kepala daerah dengan berbagai latar belakang profesi akan cenderung memilih wakil dengan latar belakang pengusaha/swasta lainnya sedangkan pasangan sesama birokrat didominasi oleh pasangan petahana yang kembali mencalonkan diri dengan pasangan di periode pertama.
Pilkada 2020 yang akan berlangsung pada 9 Desember 2020 diselenggarakan di 270 daerah dengan rincian 9 provinsi dan 261 kabupaten/kota di Indonesia.
Pilkada itu diikuti oleh 1.476 cakada atau 738 pasangan calon yang terdiri atas 25 pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, 612 calon bupati dan wakil bupati, serta 101 pasangan calon wali kota dan wakil walikota. Dari 1.476 cakada tersebut, 332 orang di antaranya adalah petahana.
Baca juga: KPK ungkap 10 calon kepala daerah terkaya dan "termiskin"
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020