Jakarta (ANTARA News) - Dua hari terakhir Bangkok makin mencekam, pembakaran terjadi di mana-mana, asap hitam menyelimuti gedung-gedung pencakar langit, semua kegiatan tersendat dan jam malampun diberlakukan.

Kantor-kantor berita memberitakan, tentara mengejar para pemrotes yang menyebar dan berusaha membakar bagian-bagian metropolitan Bangkok.

Kemarahan pemrotes seakan tak terbendung, meskipun para pemimpin Baju Merah yang anti-pemerintah berupaya menenangkan massa, dengan menyerukan para pendukung mereka menghentikan aksi kekerasan, pembakaran setelah tentara melakukan operasi pembubaran unjukrasa yang telah berlangsung enam pekan di jantung ibu kota itu.

Pemimpin Baju Merah, Veera Musikapong, menegaskan, demokrasi tak bisa dibangun dengan aksi balas dendam. Demokrasi sebaiknya dibangun dengan cara tanpa kekerasan. Musikapong dan beberapa pimpinan Baju Merah telah menyerah kepada polisi, setelah operasi militer pada Kamis menewaskan 15 orang.

Pada Rabu, operasi menewaskan sembilan orang dalam baku-tembak di sebuah candi Buddha, di mana ribuan pemrotes terjebak dalam ketakutan Rabu malam.

Di pagoda ini, sejumlah wanita dan anak-anak berkumpul, kemarin berbaur dengan pemrotes yang mencari perlindungan.

Kematian para pemrotes di tempat itu menjadi perdebatan, karena tentara menyatakan tak bertanggungjawab, setelah lokasi itu di bawah kekuasaan garis polisi. Jumlah korban seluruhnya sudah mencapai puluhan.


Makin Meluas

Berita-berita mengatakan, konflik Thailand meluas ke desa-desa wilayah timur laut, tempat empat kantor gubernur dibakar dan sekitar 13.000 pemrotes anti pemerintah melakukan unjuk rasa.

Para pemrotes "Baju Merah" di wilayah itu mengabaikan undang-undang keadaan darurat yang diberlakukan di 23 provinsi dan ibu kota Bangkok, kata Manit Wattansen, sekretaris tetap di kementerian dalam negeri.

Kebakaran memusnahkan empat kantor provinsi hampir serentak Rabu petang termasuk di Udon Thani,Khon Kaen, Mukdahan dan Ubon Ratchthani.

Gedung-gedung tempat kantor gubernur provinsi serta instansi-instansi, seperti pajak dan pendidikan rusak parah akibat serangan-serangan itu.

Pihak berwenang boleh dikatakan dapat mengendalikan situasi, tetapi masih ada protes-protes di Lampang dan Chiang Mai, yang terkenal sebagai daerah wisata.

Juru bicara militer, Sunsern Kaewkumnerd, mencatat 13.000 pemrotes Baju Merah melakukan unjuk rasa di 20 provinsi, Rabu malam, setelah kamp protes mereka di Bangkok diserbu angkatan bersenjata.

Terdapat kekhawatiran serangan terhadap kelompok Baju Merah, yang menduduki pusat pertokoan utama Bangkok selama enam pekan, akan memicu kerusuhan di bagian lain negara Asia Tenggara itu.

Suasana mencemaskan, karena seakan Thailand kini terbelah dua, antara Kelompok Baju Merah, yang para pendukungya berasal dari sebagian besar desa dan penduduk miskin kota yang setia kepada mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra, dan seterunya kelompok Baju Kuning, yang pro kelompok elit Bangkok.


Masih Bersembunyi

Menurut pemerintah Thailand Kamis, para pemrotes bersenjata masih bersembunyi di gedung-dedung tinggi dan kuil di dekat wilayah unjukrasa yang ditumpas tentara sehari sebelumnya.

Mereka tersebar di gedung tinggi di daerah Ratchaprasong, Rama IV, Bon Kai dan Pratunam. Pihak keamanan mengatakan, jumlah mereka tidak diketahui.

Kamis, Polisi Thailand mengawal ribuan pemrotes meninggalkan kuil Buddha tempat mereka mengungsi Rabu malam, setelah sembilan orang tewas di lokasi itu dalam baku tembak.

Pemerintah menyediakan bus-bus di sebuah stadion untuk membawa mereka pulang, tetapi kekacauan di jalan-jalan, tempat gedung-gedung terbakar dan pria-pria bersenjata mondar mandir, menyebabkan mereka tidak dapat mencapai lokasi itu.

Lokasi panggung tempat para pemimpin "Baju Merah" menyampaikan pidato-pidato selama enam pekan terakhir dikosongkan. Sebentang spanduk lebar bertuliskan "protes damai, bukan teroris" sebagian telah dirobek.

Juru bicara pemerintah, Panitan Wattanayagorn, meminta seluruh warga Bangkok dan wisatawan untuk tetap tinggal di dalam rumah, karena kota memberlakukan jam malam pertama dalam 15 tahun terakhir,

Amerika Serikat pada akhir pekan lalu memperingatkan warganya untuk tidak melakukan perjalanan tak penting ke Thailand.

AS juga menutup sementara dan mengungsikan karyawan kedutaan dan keluarganya akibat peningkatan kekerasan di negara itu. Sementara itu Gedung Putih menyatakan "sangat prihatin" atas kekerasan antara pemerintah dengan pengunjuk rasa di negara itu.

Petugas kedutaan Amerika Serikat, yang tinggal di kawasan pusat unjukrasa, dipindahkan ke tempat lebih aman.

Beberapa negara lainnya juga mengeluarkan peringatan perjalanan ke Thailand. Perdana Menteri Laos bahkan mengatakan, negaranya terkena dampak langsung kerusuhan di negara tetangganya itu, karena sektor perdagangan dan pariwisata Laos banyak bergantung pada pelabuhan-pelabuhan Rhailand.


Peringatan Pengamat

Para pengamat politik memperingatkan, bahwa kerusuhan di Thailand masih jauh dari berakhir, dan tampaknya perpecahan di kalangan masyarakat sipil Baju Merah dan Baju Kuning serta angkatan bersenjata menyulitkan atau meretakkan hubungan antara elit kerajaan dengan penduduk miskin kota dan desa.

"Ini bukanlah akhir dari konflik, ini justru awal dari tahapan lain perang - apapun yang anda sebut, perang sipil, perang gerilya atau lainnya," kata Pavin Chachavalpongpun dari Lembaga Pengkajian Asia Tenggara.

Pengamat hak asasi manusia, Human Rights Watch (HRW) yang bermarkas di New York, berpendapat, kedua pihak baik pasukan pemerintah maupun pengunjukrasa terlibat `pelanggaran serius` dalam konfrontasi mereka.

Kekacauan di Bangkok memicu kecaman dan keprihatinan dunia.

Para anggota parlemen Uni Eropa di Strassbourg mengeluarkan resolusi yang menggarisbawahi `ancaman demokrasi di negara itu (Thailand).`

Gedung-gedung pemerintah, sekolah, kantor bursa saham dan perbankan tutup kegiatan dan dua jalur utama kereta api ke pusat niaga itu dihentikan.

Sekjen Dewan Keamanan Nasional, Thawil Pliensri, mengakui saat ini adalah saat yang paling sulit dalam sejarah Thailand.

Sekjen berharapan situasi ini bisa segera berakhir, keamanan dipulihkan dan Bangkok kembali tenang. (AK/K004)

Oleh Oleh Askan Krisna
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010