Jakarta-Tangerang (ANTARA) - Mahkamah Agung Republik Indonesia meluncurkan Buku Saku Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin, sebagai panduan hakim di lingkungan peradilan umum dan agama dalam meningkatkan kualitas penanganan perkara dan putusan dispensasi kawin demi kepentingan terbaik anak.
"Buku ini merupakan panduan bagi hakim dan aparatur peradilan, khususnya di lingkungan peradilan umum dan peradilan agama, serta masyarakat luas," ujar Ketua Mahkamah Agung RI Muhammad Syarifuddin dalam sambutan saat menjadi pembicara kunci dalam peluncuran buku yang digelar secara daring, Jumat.
Syarifuddin mengatakan buku saku tersebut memberikan informasi dasar mengenai kondisi perkawinan anak di Indonesia.
Selain itu, juga menginformasikan mengenai kerangka hukum internasional dan nasional serta prosedur implementasi kepentingan terbaik bagi anak dalam menangani perkara dispensasi kawin.
Buku saku setebal 101 halaman itu disusun oleh kelompok kerja perempuan dan anak Mahkamah Agung bersama Indonesia Judicial Research Society (IJRS) dengan dukungan dari Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2).
Baca juga: Legislator nilai Peraturan MA soal dispensasi kawin sudah cukup baik
Diluncurkannya buku saku tersebut, kata dia, merupakan tindak lanjut dari diterbitkannya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin.
Dispensasi kawin sendiri merupakan pemberian izin kawin oleh pengadilan kepada calon suami atau istri yang belum berusia 19 tahun.
Syarifuddin berharap adanya buku saku tersebut dapat menjadi referensi dan acuan bagi hakim dan aparatur pengadilan dalam memeriksa dan mengadili perkara dispensasi kawin.
Selain itu, buku saku itu juga dapat dijadikan sebagai landasan hakim dalam memastikan langkah-langkah tepat untuk mencegah kemudaratan yang lebih besar terkait perkawinan anak.
"Serta agar adanya peningkatan kualitas penanganan perkara dan putusan dispensasi kawin demi kepentingan terbaik bagi anak," ucap Syarifuddin.
Lebih lanjut, Syarifuddin turut membahas mengenai Perma Nomor 5 Tahun 2019. Dia mengatakan di dalam Perma tersebut badan peradilan berperan sebagai benteng penjaga dan pintu terakhir bagi pencegahan perkawinan anak dengan menerapkan prinsip kepentingan terbaik bagi anak dalam penyelesaian perkara dispensasi kawin.
Baca juga: KPAI: Dispensasi masih jadi tantangan pencegahan perkawinan anak
Hakim akan terlebih dulu memberikan nasihat-nasihat kepada kedua pihak, khususnya tentang risiko perkawinan seperti terhentinya pendidikan, risiko kesehatan reproduksi, dampak ekonomi, sosial dan psikologis anak serta adanya potensi kekerasan dalam rumah tangga.
Hakim juga menyarankan agar anak didampingi oleh pendamping dan meminta rekomendasi dari psikolog, tenaga medis, pekerja sosial, tenaga kesejahteraan sosial, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak, serta komisi perlindungan anak Indonesia.
Syarifuddin mengatakan pada akhirnya Perma Nomor 5 Tahun 2019 bertujuan untuk menjamin pelaksanaan sistem peradilan yang melindungi hak anak.
"Mengidentifikasi ada atau tidaknya paksaan yang melatarbelakangi permohonan dispensasi kawin, menunjukkan standarisasi proses mengadili permohonan dispensasi kawin, dan meningkatkan tanggung jawab orang tua dalam rangka pencegahan perkawinan anak," ujar dia.
Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, dan Olahraga Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Woro Srihastuti Sulistyaningrum berharap buku saku ini dapat disebarluaskan dan menjadi pedoman untuk mencegah perkawinan anak.
"Mudah-mudahan dengan dikeluarkannya buku saku ini dan disebarluaskan menjadi panduan untuk melaksanakan berbagai kegiatan untuk pengawalan mencegah perkawinan anak terutama dari segi hukum, dan regulasinya ini bisa kita semakin perkuat," kata dia.
Woro menilai keberadaan buku saku Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin sangat baik untuk mendukung pelaksanaan lima strategi nasional pencegahan perkawinan anak, di mana salah satunya yakni penguatan regulasi dan kelembagaan.
Dia pun berharap keberadaan Perma Nomor 5 Tahun 2019 dan buku saku tersebut bisa tersosialisasikan secara baik di tengah masyarakat.
"Pada saat kita sudah menyusun suatu regulasi tentunya harus disosialisasikan secara luas, diberikan pemahaman kepada semua pelaku yang memang akan melakukan upaya-upaya pencegahan perkawinan anak," ucap Woro.
Baca juga: Bappenas: Pencegahan perkawinan anak perlu peran banyak pihak
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020