Batam (ANTARA News) - Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar berpendapat "outsourcing" atau pemanfaatan tenaga kerja melalui perusahaan pemborong pengadaan tenaga kerja, sulit dihapus, sehingga perlu diatur seketat mungkin supaya tidak merugikan tenaga kerja.
"Pemerintah akan berusaha mengurangi, sedang untuk menghapus tentu sangat sulit karena praktik itu tumbuh berkembang di masyarakat sebagai gejala sosial yang tidak terelakkan," katanya di Batam, Kamis malam.
Menteri mengatakan pengaturan ketat agar "outsourcing" tidak merugikan tenaga kerja mungkin bisa dilakukan melalui penyempurnaan Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaaan.
"Sementara ini, untuk jangka pendek, pemerintah akan mengatur secara ketat," katanya.
Menteri mengatakan praktik "outsourcing" menjadi salah satu faktor penyebab amuk pekerja dalam negeri di PT Graha Trisaka Industri, pengelola kompleks industri galangan kapal Drydocks World Graha, Tanjunguncang, Batam, pada 22 April 2010.
Kejadian itu, katanya, menunjukkan diperlukan komitmen para pihak terkait bagi perbaikan.
Di tempat yang sama, Ketua Kamar Dagang dan Industri Kepulauan Riau, Johannes Kennedy Aritonang menyatakan, akar masalah berkembangnya "outsourcing" atau pengadaan tenaga kerja secara borongan adalah UU No 13/2003.
UU itu, katanya, mewajibkan perusahaan membayar pesangon bagi setiap pekerja yang diberhentikan apapun alasannya.
Untuk menghindari keharusan tersebut, banyak perusahaaan, bukan hanya Drydocks World Graha yang menempuh jalan tengah dengan memborongkan pengadaan tenaga kerja kepada perusahaan lain.
Aritonang mengatakan, akibat praktik jalan tengah, banyak tenaga kerja "outsourcing" yang tidak mendapatkan fasilitas keselamatan kerja seperti diberlakukan perusahaan terhadap tenaga kerja asing dan tenaga tetap.
Perbedaan tersebut, katanya, menyebabkan kecemburuan dan menumpuk dari tenaga kerja "outsourcing" sehingga seperti dalam kasus Drydocks, meledak ketika ada faktor pemicu. (*)
ANT
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010