Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, Prof. Dr. Ahmad M. Ramli menyatakan ancaman bagi pers Indonesia di masa depan bukan saja datang dari pemidanaan pers tetapi dari tuntutan perdata, Kamis.

"Tidak adanya pembatasan jumlah ganti rugi dalam tuntutan perdata menjadi ancaman terhadap kebebasan pers," katanya dalam diskusi yang mengkaji Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat.

Kecemasannya beralasan mengingat maraknya gugatan perdata terhadap media masa di Indonesia dengan tuntutan ganti rugi yang sangat besar, misalnya dalam sengketa perdata antara Raymond Tedy dengan beberapa media nasional baru-baru ini.

Karenanya, dalam diskusi yang menghadirkan para akademisi sebagai nara sumber itu, ia mengatakan perlunya pembatasan jumlah ganti rugi dalam perkara perdata yang melibatkan pers.

Untuk menjaga kebebasan pers di Indonesia, selain menetapkan batasan ganti rugi dalam perkara perdata, perlu penegasan tentang kualifikasi sebuah karya jurnalistik, katanya.

"Perlu kualifikasi dan kriteria yang jelas untuk menentukan sebuah produk pers sehingga tidak ada kebingungan dalam penerapan sanksi," katanya lebih lanjut.

Semakin jelasnya sebuah produk pers maka insan dan perusahaan pers tidak akan dikenai sanksi pidana atau perdata.

Sebelumnya tiga diskusi serupa telah diselenggarakan oleh Dewan Pers dengan menghadirkan organisasi wartawan, organisasi perusahaan pers, dan perwakilan penegak hukum sebagai nara sumber.
(Ber/A024)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010